Komisi Pemilihan Umum menyatakan orang yang berhak mencoblos pada pemilihan umum 2024 diperkirakan 187 juta jiwa. Mayoritas, sekitar 60 % dari jumlah tersebut, merupakan kelompok muda, terutama dari generasi milenial dan Gen Z yang lima tahun lalu belum berhak menentukan suaranya.
Tak heran partai-partai politik dan calon presiden sudah berancang-ancang membidik kelompok yang mulai meninggalkan masa belia ini. Aneka strategi dibangun, seperti memaksimalkan peran media sosial. Hal ini yang tengah digarap Partai Amanat Nasional.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan partainya akan menyesuaikan dengan perkembangan digital yang begitu pesat. “Salah satu strateginya, bagaimana kami mampu berkomunikasi dengan kaum milenial melalui media sosial, juga dalam bahasa yang mereka gunakan,” kata Eddy saat wawancara khusus dengan Katadata.co.id dua pekan lalu.
Karena itu, pengurus teras partai dengan logo matahari putih ini mewajibkan semua anggota Dewan PAN wajib memiliki media sosial. Di platform ini pula mereka dituntut untuk berkomunikasi dengan baik dengan para pemilih muda.
Kedua, seluruh kader PAN, termasuk yang duduk di parlemen dituntut untuk membuat kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh aspirasi kaum muda. Sebagai contoh, partainya menangkap kegelisahan generasi milenial mengenai pembiayaan untuk membeli rumah. “Itu menjadi salah satu titik sentral yang perlu kami gali lebih lanjut,” ujar Eddy.
Selain itu, sebenarnya ada isu lain yang tak luput dari sorotan, yakni ketersediaan lapangan kerja dan harga kebutuhan bahan pokok. “Dari hasil survei internal, banyak pemilih pemula ingin mendengar apa yang bisa dilakukan oleh para politisi agar mereka bisa mendapat kemudahan untuk membeli tempat tinggal,” katanya.
Untuk menggaet suara pemilih muda, partai yang sekarang dinakhodai Zulkifli Hasan ini juga merekrut sejumlah kalangan yang dekat dengan kehidupan mereka, seperti para selebritas. Mereka yang masuk jajaran “Blue Squad” ini diharapkan menjadi mesin partai yang efektif menjaring suara.
Menurut Eddy, hal itu bagian dari strategi politik PAN untuk menjangkau konstituen dari kalangan yang lebih urban, muda, dan milenial. Dan sejauh ini, ia menilai respons masyarakat positif.
Walau demikian, Eddy menampik terminologi vote getter bagi para pesohor yang sudah ditarik partainya tersebut. “Karena tidak mau mematahkan semangat mereka. Semuanya mau maju dan menang,” ujarnya.
[Wawancara lengkap dengan Eddy Soeparno bisa disimak di Sekjen PAN: Kami Jauh Lebih Matang Ketimbang Tahun 2019]
Daya tarik pemilih muda memang kerap menjadi topik diskusi utama. Survei opini publik oleh Center for Strategic and International Studies pada Agustus tahun lalu menyebutkan, menjelang pemilu 2024 akan terjadi perubahan demografi yang ditandai dengan membesarnya jumlah pemilih muda dari generasi Z dan milenial. Kelompok ini berusia 17 - 39 tahun. CSIS memproyeksikan jumlah pemilih muda ini mendekati 60 persen dari total pemilih, atau hampir 114 juta orang.
Hasil survei itu menunjukkan, ada perubahan lanskap politik yang didorong oleh tipikal pemilih muda yang dinamis, adaptif, dan responsif. Hal ini terutama terkait pergeseran minat mereka pada isu-isu politik dan karakteristik kepemimpinan nasional. Survei CSIS ini menemukan peningkatan ketertarikan pemilih muda terhadap karakter calon pemimpin yang jujur dan anti-korupsi.
Seperti digambarkan Eddy, survei itu juga memotret penetrasi internet dan meningkatnya penggunaan media sosial yang akan mengubah arah dan preferensi politik pemilih muda. Pada level tertentu, media sosial diperkirakan dapat mempengaruhi perubahan perilaku anak muda dalam memilih calon presiden dan partai politik.
“Kompetisi antar-partai diprediksi masih dinamis, meskipun sudah terbentuk stabilitas suara partai pada tingkat pemilih,” demikian salah satu catatan dalam pengantar survei bertajuk “Pemilih Muda dalam Pemilihan Umum 2024: Dinamis, Adaptif, dan Responsif” tersebut.