Tenaga Kesehatan Kembali Ancam Mogok Kerja jika RUU Kesehatan Disahkan
Ikatan Dokter Indonesia kembali mengancam untuk mogok kerja jika para legislator mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun mereka menekankan para tenaga kesehatan dan tenaga medis tidak akan merugikan kesehatan masyarakat.
Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi mengatakan mogok kerja akan tetap menjadi pilihan bagi lima organisasi profesi kesehatan yang menolak RUU Kesehatan. Adapun, organisasi kesehatan yang dimaksud adalah IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
"Bukan tidak mungkin mogok kerja itu akan kami lakukan, tapi, sekali lagi, kami masih cinta pada rakyat Indonesia," kata Adib di depan Gedung DPR, Selasa (11/7).
Adib mengatakan isi draf RUU Kesehatan saat ini akan sangat merugikan masyarakat. Pasalnya, legislator memenuhi permintaan pemerintah untuk menghapuskan alokasi wajib atau mandatory spending kesehatan.
Adib menjelaskan mandatory spending adalah komitmen pemerintah terhadap pembiayaan kesehatan masyarakat. Padahal alokasi tersebut dianggap tenaga kesehatan sangat penting.
Menurutnya, penghilangan mandatory spending menjadi krusial lantaran kebutuhan pembiayaan kesehatan masyarakat akan terus meningkat pada masa depan. Adib berpendapat kombinasi penghilangan mandatory spending dan peningkatan biaya kesehatan akan membuat konsep privatisasi sektor kesehatan menjadi keniscayaan.
"Kami tidak ingin sektor kesehatan ini hanya dilihat dari unsur ekonomi saja," katanya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi mengatakan pengesahan RUU Kesehatan akan melemahkan perlindungan pada bidan. Menurutnya, RUU Kesehatan akan melemahkan akses kesehatan di daerah konflik, terpencil, dan perbatasan.
"Dengan pengesahan RUU Kesehatan, maka kami akan kembali terinjak-injak," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi ancaman mogok kerja oleh lima Organisasi Profesi RUU Kesehatan disahkan. Budi menyampaikan, audiensi publik dalam penggodokan RUU Kesehatan tersebut telah digelar sebanyak dua kali.
"Ada masukan yang diterima dan ada yang tidak diterima. Wajar kalau ada perbedaan pendapat," kata Budi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/6).