Organisasi masyarakat sipil mendorong pemerintah membenahi tata kelola perkebunan sawit dari hulu ke hilir untuk menutup ruang korupsi seperti yang saat ini terjadi.
Koalisi Transisi Bersih yang terdiri dari tujuh organisasi–Traction Energy Asia, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sawit Watch, Greenpeace, WALHI, Satya Bumi, dan Trend Asia–ini menyoroti kasus minyak goreng yang menyeret Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group. Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan ketiga perusahaan tersebut sebagai tersangka dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional mengatakan kasus ini membuktikan bahwa hulu-hilir industri sawit mempunyai banyak masalah. Koalisi pun menuntut upaya perbaikan tata kelola dan tata niaga industri sawit.
“Pengungkapan kasus ini menunjukkan betapa mudahnya korporasi mempengaruhi kebijakan pemerintah,” katanya
Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menambahkan salah satu akar masalah rantai pengusahaan industri sawit adalah lemahnya pengawasan terhadap pasar CPO yang cenderung oligopoli. Ini membuat perilaku kartel kerap terjadi di pasar minyak goreng.
Beberapa kebijakan yang harus diperkuat misalnya pemberlakuan moratorium pemberian izin, serta melakukan audit korporasi sawit secara transparan.
Andi Muttaqien, Direktur Satya Bumi mengatakan selain sebagai momentum perbaikan tata kelola, pemidanaan korporasi mampu memberikan efek jera melalui perampasan aset, pengambilalihan korporasi oleh negara, bahkan pencabutan izin usaha.
“Perampasan aset tersebut kemudian juga dapat dijadikan momentum untuk
menyelesaikan persoalan agraria,” katanya.
Sementara itu, Achmad Surambo dari Sawit Watch mengingatkan banyak kebijakan
Pemerintah yang belum menyentuh akar-akar pokok masalah dalam tata kelola perkebunan sawit. Ia menyebut pemerintah harus mengoreksi kebijakan pemupuk ketimpangan penguasaan, membuka data HGU untuk publik, membagikan hasil audit perkebunan sawit yang telah dilakukan, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun. Kesimpulan itu merujuk pada putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Terbukti bahwa perkara yang sudah inkrah ini adalah merupakan aksi dari tiga korporasi ini sehingga pada hari ini juga kami tetapkan tiga korporasi ini sebagai tersangka," kata Ketut, pertengahan Juni silam.
Tim Penyelidik Direktorat Penyidikan Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada 6 Juli lalu menyita aset ketiga perusahaan. Di antaranya berupa tanah seluas 14.620,48 hektare (ha) yang dikelola Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG), Wilmar Group seluas 43,32 ha, dan PT Permata Hijau Group seluas 23,7 ha.