Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan Indonesia jadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD dalam waktu dekat. Airlangga menilai target tersebut dapat tercapai secepatnya 2026.
Airlangga menyampaikan telah bertemu dengan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann belum lama ini. Menurutnya, hasil pertemuan tersebut adalah Indonesia menjadi mitra kunci OECD.
"Artinya, kita diundang dalam setiap pertemuan OECD. Indonesia akan menjadi negara ketiga di Asia kalau masuk jadi anggota OECD," kata Airlangga dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata 2023, Kamis (20/7).
Sejauh ini, negara di Asia yang telah menjadi anggota OECD adalah Jepang dan Korea Selatan. Airlangga mengatakan kedua negara Asia Timur tersebut menjadi anggota OECD setelah lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Airlangga menjelaskan keanggotaan OECD penting agar pemerintah di dalam negeri dipaksa mengimplementasikan standar yang tinggi. Standar tersebut akan diterapkan dalam pembentukan perundangan di parlemen hingga lembaga pemerintahan.
Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan salah satu alasan Indonesia pantas menjadi anggota OECD adalah kesuksesan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 2022. Hal tersebut penting lantaran 2022 penuh dengan tantangan global, seperti pandemi Covid-19 dan dimulainya perang Ukraina-Rusia.
Airlangga mengatakan presidensi G20 Indonesia berhasil membumikan pertemuan global tersebut. Airlangga mencontohkan hasil KTT G20 seperti Kemitraan untuk Investasi dan Infrastruktur Global atau PGII dan Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau JETP.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya.
Sebelumnya, OECD memproyeksikan laju perekonomian global akan berat sampai 2024. Akan tetapi, OECD memperkirakan ekonomi Indonesia masih cukup 'cerah'.
Dalam laporan Economic Outlook edisi November 2022, OECD memprediksi Indonesia tumbuh 4,7% pada 2023 dan 5,1% pada 2024. Pertumbuhan tersebut dinilai akan ditopang permintaan komoditas ekspor utama dan konsumsi ayng tertunda sejak pandemi Covid-19.
Kendati begitu, OECD menyatakan ada sejumlah risiko yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa di antaranya adalah harga energi, pupuk, hingga ketegangan sosial menjelang Pemilu 2024.