Sidang Korupsi BTS, Saksi Sebut Perencanaan Anggaran Tak Libatkan Ahli

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.
Pekerja saat memeriksa jaringan di area Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Kabupaten Penajem Pasert Utara, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
25/7/2023, 17.04 WIB

Saksi yang dihadirkan di persidangan terdakwa dugaan korupsi Proyek Base Transceiver Station atau BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkap adanya sejumlah kejanggalan. Hal itu terungkap dari penjelasan Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Kemenkominfo, Muhammad Feriandi Mirza saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (25/7). 

"Pada saat pengusulan awal, yang sepanjang saya tahu belum melibatkan konsultan atau tenaga ahli," kata Mirza kepada majelis hakim.

Mirza menjelaskan bahwa BAKTI Kemenkominfo direncanakan membangun sebanyak 7.904 tower BTS 4G. Pembangunan tersebut, kata dia, dilakukan dalam dua tahap.

"Jadi, secara bertahap Yang Mulia bahwa tahap pertama itu direncanakan membangun sebanyak 4.200 dan tahap kedua sisanya sebanyak 3.704," kata Mirza.

Dia mengatakan total anggaran untuk pembangunan 4.200 tower BTS 4G adalah Rp 10,8 triliun. Ia juga menjelaskan bahwa pembangunan satu tower BTS hingga berfungsi memiliki anggaran yang bervariasi, dengan kisaran tertinggi mencapai Rp 2,6 miliar.

Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri kemudian mempertanyakan hal tersebut. Hakim Fahzal merasa heran karena perencanaan anggaran yang jumlahnya mencapai triliun itu tidak melibatkan ahli.

"Segitu besarnya anggaran kenapa tidak melibatkan ahli?" tanya Fahzal.

Menjawab pertanyaan hakim, Mirza mengaku tidak tahu. Lantas, hakim bertanya kembali kepada Mirza.

"Masa tidak tahu saudara? Tidak melibatkan tenaga ahli?" tanya Fahzal kembali.

"Setahu saya, Yang Mulia," kata Mirza.

Dalam perkara ini, mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS dan pendukung Kominfo periode 2020 - 2022. Tindakan itu disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun.

Dalam surat dakwaan juga disebutkan sejumlah pihak yang mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut. Johnny disebut menerima uang sebesar Rp 17,8 miliar, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama BAKTI dan kuasa pengguna anggaran (KPA) menerima uang Rp 5 miliar, dan Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) menerima Rp 453 juta. 

Selanjutnya, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitechmedia Sinergy menerima Rp 119 miliar; Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp 500 juta; dan Muhammad Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp 50 miliar dan 2,5 juta dolar AS. Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 disebut juga menerima dana senilai Rp 2.9 tirliun, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 menerima Rp 1,5 triliun dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 mendapat Rp 3,5 triliun. 

Reporter: Antara