Dewan Pakar Golkar Desak Airlangga Mundur dari Jabatan Ketua Umum

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengacungkan ibu jarinya saat menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon ketua umum (caketum) Partai Golkar di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/12/2019). Partai Golkar akan melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) pada 3 Desember 2019 dengan salah satu agendanya pemilihan ketua umum periode 2019-2024.
Penulis: Ade Rosman
26/7/2023, 19.17 WIB

Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mendesak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk mundur dari posisi Ketua Umum Partai Golkar. Desakan itu menurut Hisjam berdasarkan dinamika yang berkembang di internal partai.

"Sejak kemarin pada 25 pagi, setelah saya salat Subuh, saya berdoa, ternyata doa saya terjawab langsung, Airlangga harus mundur dari Ketua umum Partai Golkar," kata Hisjam di rumah makan Pulau Dua Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/7).

Ridwan mengatakan salah satu alasan  Airlangga harus mundur dari Ketua Umum Golkar karena beberapa diperiksa oleh kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari sampai dengan April 2022.

Ridwan mengungkit pengukuhan Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar dulu juga terjadi di tengah desakan Munaslub. Saat itu ada desakan agar jabatan Ketua Umum Golkar yang saat itu dipegang Setya Novanto  diambil alih. Alasannya saat itu Setya terjerat kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), pada 2017 silam.

Menurut Ridwan, diperiksanya Airlangga sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung telah menyimpang dari komitmennya menjadikan Golkar yang bersih. Lamanya waktu pemeriksaan yang dijalani Airlangga menurut Ridwan patut diduga memiliki tendensi hukum. 

"Golkar bersih kalau sudah dipanggil oleh Kejaksaan 12 jam apa itu masih bisa dikatakan bersih?" kata Ridwan. 

Berdasarkan hal itu, tambah Ridwan, meskipun status Airlangga masih diperiksa sebagai saksi, namun ia meminta Menko Perekonomian itu untuk mundur dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Hal itu menurut dia diperlukan agar kinerja partai menjelang pemilu dan pilpres berjalan maksimal. 

"Sebagai Ketua Umum mundur, konsentrasi perbaiki dirinya agar tidak terkena sebagai tersangka, atau diputuskan menjadi koruptor itu tuntutan saya sekarang," kata Hisyam. 

Sebelumnya saat Airlangga belum diperiksa KPK, Dewan Pakar mengeluarkan rekomendasi agar Airlangga segera mengambil sikap.  Airlangga diminta bisa membentuk poros baru di luar bakal koalisi pencapresan yang sudah ada, sajauh memenuhi Electoral-Presidential.

Sejalan dengan rekomendasi itu Dewan Pakar meminta Airlangga mendeklarasikan diri sebagai capres. Airlangga diminta mencari sosok cawapres paling lama Agustus 2023. Namun kini dewan pakar menarik dukungan karena tidak adanya kenaikan suara signifikan yang ditunjukkan Airlangga menghadapi pilpres. 

Reporter: Ade Rosman