TNI Keberatan KPK Jerat Kabasarnas: Militer Punya Aturan Sendiri

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/tom.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (kedua kanan) didampingi Kepala Basarnas Palembang Hery Marantika (kanan) dan pejabat lainnya saat meninjau peralatan SAR di Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas B Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (14/3/2023).
28/7/2023, 15.53 WIB

Tentara Nasional Indonesia (TNI) keberatan dengan penetapan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini karena Henri masih berstatus perwira militer.

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko mengatakan personel TNI yang diduga bersalah dan korupsi harus ditindak dengan mekanisme militer.

"Kami keberatan kalau ditetapkan sebagai tersangka. Kami ada aturan sendiri di militer," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/7) seperti disiarkan dalam Kompas TV.

Agung mengatakan sebenarnya TNI telah menyambangi KPK untuk menggelar rapat gelar perkara. Meski demikian, komisi antirasuah ternyata memutuskan memberikan status tersangka kepada Henri dan Letkol ABC.

"Kami tidak bisa menetapkan sipil menjadi tersangka, begitu juga harapan kami KPK juga demikian," katanya.

Sehari setelah penetapan tersangka, TNI mendatangi KPK lagi untuk berkoodinasi. Saat itu, KPK menyerahkan letkol ABC dengan status tahanan. Namun Agung juga menyoroti prosedur penyerahan.

"Seharusnya diikuti penyerahan barang bukti saat OTT," katanya.

Akhirnya, TNI telah menerima laporan resmi dari KPK pada Jumat (28/7) pagi. Agung berjanji laporan tersebut akan jadi dasar pemeriksaan terhadap mereka yang diduga melakukan korupsi.

Agung juga mengatakan TNI akan tetap bersinergi dengan KPK dalam memberantas korupsi. Ia juga berjanji proses peradilan yang dilakukan militer akan terbula.

"Penyelidikan terbuka, media bisa monitor," katanya.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga telah menggelar rapat terbatas dengan jajaran petinggi TNI pagi tadi. Dalam rapat, para petinggi militer sepakat hukum dan aturan harus dijalankan dengan jelas.

Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksda Kresno Buntoro mengatakan segala proses hukum yang dilakukan personel TNI dilakukan oleh Pengadilan Militer. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Setiap militer tunduk dengan UU itu," katanya.