Wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar mencuat setelah beberapa politisi senior, menilai Ketua Umum Airlangga Hartarto gagal dalam memimpin partai.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, angkat bicara dan menentang wacana yang tengah bergulir. Menurutnya, Munaslub akan lebih menurunkan muruah partai berlogo partai beringin itu.
Tak berhenti sampai di situ, Kalla juga mengungkit mengenai kebutuhan logistik dan modal yang mahal, untuk dapat menduduki posisi sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Pernyataan Kalla mengenai modal besar untuk menjadi ketua umum menjadi artikel terpopuler atau Top News Katadata.co.id. Selain itu, simak juga artikel Top News lainnya seperti evaluasi personil militer pada jabatan sipil, serta perbandingan bisnis Bukalapak dan Blibli.
Berikut Top News Katadata.co.id:
1. Jusuf Kalla: Butuh Minimal Rp 500 Miliar untuk Menjadi Ketum Golkar
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla mengatakan salah satu hal yang dimiliki untuk bisa menjadi ketua umum partai di zaman sekarang adalah modal finansial, termasuk untuk menjadi Ketua Umum Golkar. JK mengatakan nominal yang dibutuhkan tidaklah sedikit.
"Kalau sekarang Anda ingin menjadi ketua umum Golkar, jangan harap kalau Anda tidak punya modal Rp 500 - 600 miliar," kata Jusuf Kalla saat menghadiri acara seminar 'Anak Muda untuk Politik', di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/7).
Jusuf Kalla, yang pernah menduduki posisi Ketua Umum Partai Golkar pada 2004 hingga 2009 itu mengatakan, modal tersebut dibutuhkan untuk hampir semua partai politik saat ini.
Kondisi ini akan sedikit berbeda untuk partai yang masih di bawah kendali pendiri seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat.
Lebih jauh Kalla menjelaskan besarnya dana yang dibutuhkan untuk bisa duduk di posisi Ketua Umum Golkar lantaran partai tersebut sudah go publik. Dana yang besar dibutuhkan untuk mobilisasi dan akomodasi menyelenggarakan pemilihan.
Simak penjelasan lengkap Jusuf Kalla mengenai kebutuhan biaya menjadi Ketum Golkar.
2. Pendanaan Seret dan Fokus Profit, Startup SuperApp Masih Jadi Tren?
Startup seperti Gojek, Grab, Bukalapak masif membangun aplikasi super alias superapps sebelum pandemi corona. Apakah tren ini masih berlanjut di Indonesia?
Traveloka yang sebelumnya menambahkan sejumlah layanan, kini secara bertahap menghapus beberapa fitur.
Unicorn ini meluncurkan layanan logistik on-demand Traveloka Send, pesan-antar makanan Traveloka Eats, dan grocery Traveloka Mart sebagai upaya diversifikasi layanan di tengah pandemi Covid-19.
Namun kemudian menutup Traveloka Mart pada Agustus tahun lalu. Lalu menghapus fitur Traveloka Send dan Traveloka Eats pada Oktober 2022.
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia atau Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan, selama space smartphone masih menjadi perhitungan seseorang dalam membeli gawai, maka tren superapp akan terus muncul.
“Di Asia di mana storage space menjadi salah satu pertimbangan utama dalam membeli handphone atau HP, maka superapp bisa tumbuh subur,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Senin (31/7).
Sementara di ‘negara Barat’ seperti Amerika dan Eropa, para pengguna lebih senang jika data pribadi mereka tidak dikuasai oleh satu perusahaan atau superapp
Ketahui lebih banyak mengenai analisis tren startup SuperApp.
3. Jokowi Evaluasi Posisi Militer di Instansi Sipil Imbas Kasus Basarnas
Presiden Joko Widodo berencana mengevaluasi beberapa lembaga sipil yang dipimpin bukan oleh Aparatur Sipil Negara atau ASN. Hal tersebut disampaikan saat menanggapi kasus dugaan korupsi oleh Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Henri Alfiandi.
Sebelum menjabat Kabasarnas, Henri merupakan purnawirawan TNI aktif di Angkatan Udara. Dengan statusnya sebagai TNI aktif, kasus dugaan korupsi yang kini menjerat Henri tidak diadili oleh aparat penegak hukum, tapi langsung oleh TNI.
"Semua lembaga sipil yang dipimpin bukan ASN akan dievaluasi. Tidak hanya masalah Basarnas, semuanya. Kami tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi," kata Jokowi di Inlet Sodetan Ciliwung, Senin (31/7).
Simak penjelasan lengkap mengenai rencana Jokowi untuk evaluasi posisi militer di instansi sipil.
4. 33 Analis Rekomendasikan Saham BBNI, Apa Alasannya?
PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI pada enam bulan pertama tahun ini fokus menjalankan strategi pertumbuhan yang berorientasi pada profitabilitas jangka panjang. Strategi pertumbuhan berkelanjutan itu dinilai positif oleh sejumlah analis.
Dikutip dari Bloomberg, dari 35 analis pasar modal yang mengkaji emiten dengan kode saham BBNI, 33 analis memberikan rekomendasi beli dengan rata-rata proyeksi target harga Rp 11.350 per saham.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Eka Savitri mengatakan, langkah agresif BNI untuk menyalurkan kredit korporasi bagi perusahaan-perusahaan blue chip sektor tertentu, seperti telekomunikasi, utilitas, dan transportasi merupakan keputusan tepat.
Dengan penyaluran kredit korporasi secara selektif, menjadikan biaya kredit yang dikeluarkan BNI relatif rendah dan risiko penyaluran kredit turun. Selain korporasi, perseroan tetap gencar menawarkan kredit payroll dan mencari sumber dana murah (CASA) yang berkelanjutan.
Simak analisis lengkap mengenai saham BBNI.
5. Perbandingan Bisnis E-commerce Bukalapak dan Blibli, Sama-sama Rugi
Bukalapak dan Blibli telah mengumumkan laporan keuangan semester I. Kedua e-commerce ini sama-sama mencatatkan rugi.
E-commerce bernuansa merah Bukalapak mencatatkan rugi Rp 389,27 miliar. Sementara Blibli Rp 1,75 triliun.
Penyebab Bukalapak merugi pada semester I setelah mencatatkan untung tahun lalu yakni nilai investasi yang belum maupun telah terealisasi tercatat negatif Rp 120,82 miliar, dibandingkan semester pertama 2022 untung Rp 9,79 triliun.
Sementara kinerja bisnis Blibli selama Januari – Juni mengalami penurunan kerugian sebesar 29,7% secara year on year (yoy), dari Rp 2,46 triliun menjadi Rp 1,75 triliun.
Co-Founder sekaligus CEO Blibli Kusumo Martanto menilai, kinerja keuangan semester pertama menunjukkan tren positif.
Simak kinerja keuangan Bukalapak dan BliBli.