Presiden Joko Widodo telah menggelar rapat terbatas untuk mengatasi polusi udara Jakarta. Sejumlah wacana kebijakan pun dibahas untuk mengatasi polusi udara tersebut.
"Karena polusi di DKI Jakarta menjadi perhatian kita semuanya, untuk menyelesaikan, untuk mencari solusi," kata Jokowi di Istana Negara, Senin (14/8).
Sejumlah menteri hadir dalam rapat tersebut, di antaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno. Hadir juga Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Dalam rapat tersebut, Presiden Jokowi bersama para menterinya merencanakan sejumlah upaya mengatasi polusi udara di Jakarta, yaitu:
1. Sistem Kerja Hybrid untuk ASN dan Swasta
Presiden Joko Widodo berencana menerapkan sistem kerja hibrida untuk ASN dan swasta di DKI Jakarta. Jokowi memberi sinyal total pekerja yang bekerja dari rumah berkisar 25% sampai 75%.
Namun Kepala Negara menyatakan besaran pekerja yang bekerja dari rumah akan ditentukan dalam rapat terbatas selanjutnya.
"Kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, yakni gabungan antara work from office dan work from home," kata Jokowi di Istana Negara, Senin (18/4).
Di sisi lain, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan mengurangi pekerja pemerintah daerah yang datang ke kantor hingga 60%. WFH hanya akan dilakukan pada PNS yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti di bagian perencanaan.
"WFH itu 50% atau 60% untuk mengurangi kegiatan hari-hari di Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Kami minta juga kementerian lain juga bisa melakukan bersama WFH," kata Heru di Istana Kepresidenan, Senin (14/8).
2. Penerapan 4 in 1
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berencana merevisi kebijakan 3 in 1 dan akan menerapkannya kembali menjadi 4 in 1 untuk mengatasi polusi Jakarta. Artinya, setiap mobil yang melewati Jakarta wajib memiliki empat penumpang, termasuk supir.
Budi menilai kebijakan tersebut akan mengurangi jumlah mobil di Ibu Kota, khususnya orang-orang yang datang dari kota penyangga DKI Jakarta.
"Katakanlah mereka dari Bekasi, Tangerang, atau Depok. mereka bersama-sama ke kantor, gantian mobilnya sehingga jumlah mobil di Jakarta akan menurun," kata Budi di Istana Kepresidenan, Senin (14/8).
Sebagai informasi, kebijakan 3 in 1 pernah diterapkan di Jakarta, namun dihapus pada Mei 2016. Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan plat nomor ganjil genap untuk sejumlah jalan di ibu kota.
3. Razia Uji Emisi
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan penyebab utama tingginya polusi udara DKI Jakarta adalah kendaraan. Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta sepanjang 2022.
"Sebanyak 19,2 juga di antaranya adalah sepeda motor," kata Siti Nurbaya di Istana Kepresidenan, Senin (14/8).
Siti menjelaskan pengujian emisi kendaraan merupakan langkah penurunan polusi udara di Jakarta yang paling cepat. Oleh karena itu, Siti menjamin peningkatan pengujian emisi kendaraan pribadi akan langsung berdampak pada penurunan polusi udara.
Dia mencatat presentasi kendaraan yang telah melalui uji emisi di DKI Jakarta baru mencapai 10%. Di Jakarta Pusat, total kendaraan yang telah melakukan uji emisi hanya 3,86%, sedangkan di Jakarta Utara sekitar 10,69%.
"Gubernur DKI Jakarta sudah menyampaikan akan segera melakukan pelaksanaan razia uji emisi untuk kepatuhan uji emisi kendaraan bermotor," kata Siti.
4. Perketat Pengawasan Polusi untuk Industri
Menurut Siti, Presiden Joko widodo juga meminta melakukan pengecekan terhadap industri manufaktur sebagai penyumbang polusi udara. Apalagi Jabodetabek juga merupakan daerah industri.
Siti mengatakan, pemerintah akan lebih ketat dalam menerapkan regulasi industri terkait dengan polusi udara.
"Jadi saya sudah mencatat di sini standar-standar yang harus dikeluarkan untuk cerobong industri. Tadi bahkan bapak Presiden tanya spesifik, berapa sih harganya?" ujarnya.
5. Pajak Polusi Udara
Siti mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan formula perhitungan pajak pencemaran lingkungan dalam pajak kendaraan bermotor. Kendaraan dengan emisi yang tinggi akan terkena "pajak denda".
Menurut dia, pajak kendaraan yang akan melonjak setelah memasukkan koefisien tersebut. Oleh sebab itu, perlu sosialisasi yang cukup terkait integrasi koefisien tersebut dalam perhitungan pajak kendaraan bermotor.
Siti mengatakan ketentuan pajak tersebut telah lama memiliki payung hukum.
"Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 sudah ada Pasal 206 tentang penyelenggaraan perlindungan lingkungan. Secara teknis, pasal tersebut menjelaskan pengenaan pajak pencemaran lingkungan," kata Siti.
Adapun, peraturan turunan terkait pengenaan BME akan diatur oleh Kementerian Dalam Negeri. Oleh karena itu, Siti menjelaskan uji emisi akan menjadi syarat wajib dalam proses pemenuhan pajak kendaraan.