Luhut: Starlink Milik Elon Musk Sediakan Internet di Indonesia Timur
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berencana menyediakan akses internet di bagian timur Indonesia dengan Starlink. Luhut menekankan layanan tersebut akan dirasakan oleh desa-desa terpencil dan tertinggal.
"Kami lihat banyak sekali desa-desa yang tidak bisa dicapai oleh jaringan internet. Oleh karena itu, kami sepakat dengan Elon untuk Starlink masuk di Indonesia timur," kata Luhut di akun resmi media sosialnya yang dikutip Selasa (15/8).
Starlink merupakan jaringan internet milik SpaceX yang dipimpin oleh Elon Musk. Luhut menyampaikan salah satu pertimbangan penggunaan Starlink adalah karena biaya layanannya yang relatif lebih rendah.
Luhut menjelaskan rendahnya biaya layanan Starlink disebabkan teknologi yang digunakan, yakni satelit orbit rendah. Luhut menghitung Starlink memiliki sekitar 60.000 satelit kecil yang ada di orbit rendah saat ini.
Luhut menjelaskan telah melaporkan rencana menggandeng perusahaan milik Elon Musk tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Namun Luhut tidak menjelaskan lebih lanjut respon Jokowi terkait rencana tersebut.
Sebagai tindak lanjut kerjasama, Luhut mengatakan telah menjadwalkan penandatanganan kesepakatan itu dengan Elon pada Oktober 2023. Menurut Luhut Elon akan datang ke dalam negeri untuk meneken dokumen kerja sama.
Menkes Juga Ajak Elon Musk Kerja Sama
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga telah mengungkapkan rencana untuk menggandeng Elon Musk. Budi menjelaskan telah menggelar pertemuan dengan Elon untuk menyampaikan niat menghubungkan seluruh puskesmas di dalam negeri.
Budi menjelaskan 745 puskesmas tersebut berada di daerah yang tidak terjangkau oleh koneksi internet. Dengan kata lain, Budi menyampaikan seluruh puskesmas tersebut berada di daerah terpencil dan tertinggal.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini mengatakan koneksi internet yang diberikan Starlink pada sekolah-sekolah di Rwanda diberikan dengan harga khusus. Pasalnya, tarif internet seluruh sekolah tersebut hanya US$ 20 per bulan, sedangkan layanan yang sama di Amerika Serikat dihargai US$ 50-100 per bulan.
Jika dikonversi, tarif internet Starlink berkecepatan 200 mbps di Rwanda hanya sekitar Rp 300.000 per bulan. Sementara itu, layanan yang sama dihargai hingga Rp 1,5 juta di Amerika Serikat.
"Saya bilang, kami enggak semiskin Rwanda, tapi jangan dikasih tarif US$ 50 per bulan. Kami minta agar diberikan harga angara US$ 20-50 per bulan untuk 200 mbps," kata Budi.
Berdasarkan catatan Katadata, hanya satu penyedia layanan internet yang menyediakan kecepatan hingga 200 mbps, yakni First Media. Layanan tersebut disatukan dengan layanan jaringan televisi dengan harga Rp 3,12 juta per bulan.
Namun demikian, layanan internet First Media tidak tersedia di semua tempat. Layanan First Media umumnya hanya tersedia di kota-kota besar, bukan daerah terpencil dan tertinggal.
"Koneksi Starlink itu murah sekali. Saya bayar layanan internet lebih mahal dari itu, tapi tidak mendapatkan kapasitas sebagus Starlink," kata Budi.