Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mengungkapkan politik uang menjadi salah satu isu rentan menjelang pemilu 2024. Berdasarkan temuan Bawaslu terdapat 22 kasus politik uang yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota ditemukan sebanyak 256 kasus politik uang,
Selain politik uang persoalan lain yang rentan menimbulkan masalah dalam proses pemilu adalah netralitas ASN/Polri, pemungutan suara ulang atau PSU, gugatan hasil Pilkada/Pemilu, dan Putusan Sanksi di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Berdasarkan temuan Bawaslu, data menunjukkan sebanyak 50,2 persen kabupaten/kota mencatat pengakuan adanya laporan politik uang. Hal yang sama juga terjadi di tingkat provinsi, sebanyak 64,7 persen provinsi terdapat laporan politik uang.
“Kesimpulan ini terekam dari analisis tematik isu politik uang sebagai tindak lanjut dari rilis Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024,” tulis keterangan resmi Bawaslu, dikutip Selasa (15/8).
Mengenai politik uang ini, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan Bawaslu mengatakan analisis tematik politik uang dihasilkan dari mengoptimalkan data-data isian instrumen penelitian dari pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bawaslu menemukan dari 34 provinsi yang dijadikan unit analisis, terdapat lima Provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi terjadinya praktik politik uang.
Lima Provinsi itu yakni Maluku Utara dengan skor tertinggi 100, kemudian disusul Lampung 55,56. Tiga provinsi lain yang memiliki indeks kerawanan politik uang adalah Jawa Barat 50,00, Banten 44,44, dan Sulawesi Utara 38,89.
Sementara 29 Provinsi lainnya masuk dalam kategori rawan sedang terjadi politik uang. Namun, jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara.
Lolly menjelaskan berdasarkan data Bawaslu, tak ada Provinsi yang masuk kategori rawan rendah untuk potensi terjadinya politik uang. Menurut Lolly hal tersebut menunjukkan politik uang menjadi pemandangan umum yang terjadi di semua wilayah di Indonesia.
“Dari 514 kabupaten/kota yang dianalisis datanya, sebanyak 24 kabupaten/kota (4,7 persen) masuk kategori rawan tinggi terjadinya praktik politik uang,” ujar Lolly lagi.
Dari 24 kabupaten dan kota yang ada, lima diantaranya adalah Kabupaten Jayawijaya, Papua (100), Kabupaten Banggai (69,49) dan Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (72,86), Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat (67,80), dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung (47,46). Sementara itu sebanyak 490 kabupaten/kota sisanya masuk kategori kerawanan rendah terjadinya praktik politik uang.
Menurut Lolly Bawaslu sengaja membuat indeks kerawanan pemilu dengan isu spesifik soal politik uang untuk mencegah kasus sama terjadi di Pemilu 2024. ”Dengan modus operandi yang semakin beragam, kita memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan," kata Lolly.
Ia menjelaskan upaya mencegah politik uang dalam pemilu dan pemilihan (pilkada) ini, lanjutnya, sesuai dengan Pasal 93 huruf e UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Ia menyebut politik uang berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental dan akhlak warga negara.