Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pidato kenegaraannya dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam pidato berdurasi 33 menit tersebut, Jokowi sempat membahas potensi Indonesia ke depan dan apa yang perlu dilakukan menuju RI yang lebih maju.
Meski demikian, Jokowi juga sempat menyinggung politik hingga permasalahan saat ini. Di awal pidato, Jokowi sempat menyindir para politisi yang kerap menyeret namanya dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024.
Mantan Wali Kota Solo itu menyebut ada politisi yang menyebut dirinya sebagai Pak Lurah. Jokowi, yang awalnya tak tahu, kemudian menyadari julukan tersebut disematkan kepadanya.
"Ya saya jawab saja: Saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia," kata Jokowi.
Selain itu Jokowi juga mengatakan hilirisasi dan sumber daya manusia yang unggul menjadi salah satu kunci Indonesia maju. Oleh sebab itu diperlukan pemimpin yang konsisten untuk membenahi hal-hal tersebut.
"Pilihan kebijakan akan semakin sulit sehingga dibutuhkan keberanian dan kepercayaan untuk mengambil keputusan yang sulit dan tidak populer," kata Jokowi.
Berikut pidato lengkap Jokowi:
Pak Lurah
Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya soal siapa Capres Cawapres-nya. Jawabannya: “Belum ada arahan Pak Lurah.”
Saya sempat mikir. Siapaa “Pak Lurah” ini. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata saya.
Ya saya jawab saja: Saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia.
Ternyata Pak Lurah itu, kode. Tapi perlu saya tegaskan, saya ini bukan ketua umum parpol, bukan juga ketua koalisi partai. Sesuai ketentuan Undang Undang yang menentukan capres dan cawapres itu parpol dan koalisi parpol.
Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan “paten-patenan”, dijadikan alibi, dijadikan tameng.
Bahkan walau kampanye belum mulai, foto saya banyak dipasang dimana-mana. Saya ke Provinsi A eh ada, ke Kota B eh ada, ke Kabupaten C ada. Sampai ke tikungan-tikungan di desa ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada yang disebelahnya bareng Capres. Ya nda apa, boleh-boleh saja.
Dicap Planga-Plongo
Posisi Presiden itu, tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan dan dengan adanya media sosial seperti sekarang ini apapun bisa sampai ke Presiden. Mulai dari masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnahan. Bisa dengan mudah disampaikan.
Saya tahu ada yang mengatakan Saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir’aun, tolol. Ya ndak apa, sebagai pribadi saya menerima saja.
Tapi yang membuat saya sedih budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang? Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.
Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik. Bersatu menjaga mentalitas masyarakat sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa. Menuju Indonesia Maju. Menuju Indonesia Emas 2045.
Ini yang bolak balik saya sampaikan di setiap kesempatan. Bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar. Untuk meraih Indonesia Emas 2045 meraih posisi jadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia dan tidak hanya peluangnya saja. Tapi strategi untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan.
Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah. Bahkan yang membuat kita melangkah mundur.
Kepercayaan Internasional
Bonus demografi yang akan mencapai puncak di Tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045 karena 68% adalah penduduk usia produktif. Disinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita.
Selanjutnya peluang besar yang kedua adalah internasional trust yang dimiliki Indonesia saat ini. Dibangun bukan sekadar melalui gimik dan retorika semata melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
Momentum Presidensi Indonesia di G20, keketuaan Indonesia di ASEAN dan konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM Kemanusiaan dan Kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan.
Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu dan menjembatani perbedaan- perbedaan yang ada.
Lembaga think tank Australia Lowy Institute menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power.
Tapi kemudian ada yang bilang memang kenapa dengan international trust yang tinggi? Rakyat-kan makannya nasi, international trust enggak bisa dimakan.
Ya memang enggak bisa. Sama seperti jalan tol, enggak bisa dimakan ya memang. Nah ini, ini contoh menghabiskan energi untuk hal tidak produktif itu, ya begini.
Tapi enggak apa saya malah senang. Memang harus ada yang begini-begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton.
Pembenahan SDM
Dengan international trust yang tinggi, lredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam bernegosiasi. Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan. Rugi besar kita jika melewatkan kesempatan ini karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu kita akan kembali memilikinya.
Sehingga strategi pertama untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia.
Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6% di 2022, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022, menaikkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022.
Menyiapkan anggaran perlindungan sosial total sebesar Rp 3.212 T dari tahun 2015 – 2023. Termasuk didalamnya KIS, KIP, KIP Kuliah, PKH, Kartu Sembako serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya, serta re-skilling dan up-skilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Prakerja.
Di saat yang sama SDM yang telah kita persiapkan harus mendapat lapangan kerja untuk bisa menghasilkan produktivitas nasional. Kita juga harus mengembangkan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.