Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan telah menggugat 22 perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terhitung sejak tahun 2015 sampai 2023.
"Sebanyak 22 korporasi tergugat perdata, baik terkait dengan ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan maupun tindakan-tindakan tertentu, khususnya pemulihan lahan," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/8).
Rasio menjelaskan dari 22 perusahaan yang digugat itu, sebanyak 14 perusahaan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde dengan total nilai putusan sebesar Rp 5,60 triliun. Secara rinci, tujuh perusahaan sedang proses eksekusi sebesar Rp3,05 triliun, dan tujuh perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp2,55 triliun.
Menurut Rasio, KLHK mempunyai keputusan tetap karena pengadilan telah mengabulkan gugatan. Pihaknya siap melakukan proses eksekusi terhadap 14 perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tersebut.
Tujuh perusahaan proses eksekusi tersebut, adalah PT Waringin Agro Jaya di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dengan nilai putusan Rp 466,46 miliar, PT Ricky Kurniawan Kertapersada di Muaro Jambi, Provinsi Jambi dengan nilai total Rp 191,80 miliar; PT Palmina Utama di Banjar, Kalimantan Selatan dengan nilai total Rp 22,29 miliar.
Selanjutnya, PT Jatim Jaya Perkasa di Rokan Hilir, Riau dengan nilai total putusan Rp491,02 miliar, PT Kallista Alam di Nagan Raya, Aceh dengan nilai total Rp 366,06 miliar, PT Surya Panen Subur di Nagan Raya, Aceh dengan nilai total Rp 439,01 miliar, dan PT Nasional Sago Prima di Meranti, Riau dengan nilai total sebesar Rp 1,07 triliun.
Adapun tujuh perusahaan persiapan eksekusi adalah PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi di Tanjung Jabung Timur, Jambi dengan nilai putusan Rp 590,54 miliar, PT Rambang Agro Jaya di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dengan nilai total Rp 199,56 miliar, PT Arjuna Utama Sawit dengan nilai total Rp 342,97 miliar, PT Kalimantan Lestari Mandiri di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah dengan nilai total Rp 299,95 miliar.
Kemudian, PT Kaswari Unggul di Tanjung Jabung Timur, Jambi dengan nilai total putusan Rp25,61 miliar; PT Kumai Sentosa di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan nilai total Rp175,18 miliar, dan PT Rafi Kamajaya Abadi di Melawai, Kalimantan Barat dengan nilai total sebanyak RP920,01 miliar.
Rasio mengungkapkan dari tujuh perusahaan dalam proses eksekusi, ada dua perusahaan diantaranya telah menyatakan komitmen untuk melaksanakan ganti rugi dan tindakan pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan putusan pengadilan.
Kedua perusahaan itu adalah PT Kallista Alam (KA) dan Surya Panen Subur (SPS) yang berlokasi di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.
"Kami sedang memproses eksekusi terhadap dua perusahaan itu," kata Rasio.
KLHK terus melakukan pemantauan terhadap titik panas atau hotspot secara berkelanjutan sejak Januari sampai Agustus 2023. Kegiatan pemantauan itu sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
KLHK telah mengirimkan 99 surat peringatan kepada perusahaan yang terindikasi ada titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 79 persen.
"Tim kami bekerja 24 jam memonitor melalui satelit lokasi-lokasi mana saja yang ada titik panas, khususnya berada di lahan konsesi," kata Rasio.