KPK Tetapkan Eks Dirut Amarta Karya Tersangka Pidana Pencucian Uang

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Tersangka kasus korupsi Trisna Sutisna (tengah) berjalan mennuju ruang konferensi pers di Gedung Penghubung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
21/8/2023, 19.01 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Direktur PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo sebagai tersangka. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Catur menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kami menemukan alat bukti yang cukup terkait dengan unsur-unsur yang membelikan, yang membelanjakan, menggunakan hasil dari tindak pidana korupsi ini," ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Senin (21/8). 

Ali menerangkan penyidikan perkara TPPU terhadap Catur Prabowo  akan berjalan bersama dengan penyidikan kasus dugaan korupsi terhadap yang bersangkutan. Adapun penyidik KPK masih melengkapi alat bukti terkait penyidikan perkara tersebut.

"Saat ini masih kami kumpulkan alat buktinya, terkait dengan TPPU nanti paralel dengan dugaan korupsi Pasal 2 Pasal 3 yang saat ini masih terus kami lakukan penyelesaiannya," ujar Ali. 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan ada dua tersangka dalam kasus dugaan proyek fiktif tersebut. Selain Catur KPK juga menetapkan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna sebagai tersangka.

Lembaga antirasuah kemudian melakukan penahanan terhadap Trisna Sutisna pada Kamis (11/5) dan penahanan terhadap Catur Prabowo pada Rabu (17/5). Alex menjelaskan kasus tersebut berawal pada 2017. Saat itu tersangka Trisna menerima perintah dari Catur yang kala itu masih menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya.

Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi. Adapun sumber dana yang dipakai berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Perusahaan Fiktif

Dalam perkara ini, KPK menemukan tersangka Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan badan usaha berbentuk CV. Perusahaan ini digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan alias fiktif.

Kemudian pada 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka Catur dan Trisna. .

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka Catur selalu memberikan disposisi "lanjutkan" dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka Trisna. 

Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif itu dipegang oleh staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan Catur dan Trisna. Hal ini memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka Catur

"Uang yang diterima tersangka Catur dan Trisna kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," kata Alex.

Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan kedua tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 46 miliar.

Reporter: Antara