Kualitas udara di Jakarta yang memburuk menyebabkan sekitar 200 ribu orang Jakarta mengalami infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pasien yang mengalami sakit pernafasan tersebut meningkat hingga empat kali lpat dibandingkan sebelum pandemi.
"Di Jakarta sebelum Pandemi Covid-19, sekitar 50 ribu orang yang mengalami penyakit pernafasan, sekarang naik hingga 200 ribu-an kasus, itu ada akibatnya dari poluasi udara ini," kata dia saat ditemui usai pertemuan menkeu dan menkes ASEAN di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (24/8).
Budi mangatakan, pihaknya tak dapat berbuat banyak dalam mengurangi emisi yang menyebabkan masalah kesehatan. Kementerian Kesehatan hanya dapat merespons dampak yang ditimbulkan oleh polusi udara. Ia pun meminta semua pihak yang memiliki andil menghasilkan emisi, seperti sektor energi dan transportasi mencari jalan untuk mengurangi emisi karbon.
Indeks kualitas udara DKI Jakarta berada di peringkat ketiga terburuk di dunia pada Kamis (24/8) pagi ini. Peringkat Ibu Kota ini berada di bawah Doha di Qatar yang berada di urutan kedua, dan Kota Dubai di Uni Emirat Arab yang menjadi kota dengan tingkat polusi udara paling buruk di dunia.
Berdasarkan data IQAir, indeks kualitas udara atau air quality index (AQI US) Jakarta tercatat memiliki poin 156. Sedangkan Doha memiliki AQI US 161, dan Dubai memiliki poin 168.
Menurut acuannya, AQI US pada rentang 0-50 berarti kualitas udara baik, rentang 51-100 berarti kualitas udara sedang, sementara rentang 101-150 kualitas udara tidak sehat bagi kelompok sensitif. Selanjutnya, kualitas udara tidak sehat memiliki rentang 151-200, kualitas udara sangat tidak sehat berada di rentang 201-300, dan kualitas udara berbahaya memiliki rentang lebih dari 301.