Kebijakan WFH PNS di Jakarta Belum Signifikan Turunkan Polusi Udara

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Lanskap suasana gedung diselimuti kabut polusi udara di Jakarta pada Selasa (22/8) masih buruk.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
24/8/2023, 14.16 WIB

Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home alias WFH di Jakarta belum berdampak signifikan terhadap penurunan polusi. Kebijakan WFH bagi sebagian aparatur sipil negara atau ASN di Jakarta daerah sejak 21 Agustus 2023.

Kebijakan yang berjalan selama empat hari belum menurunkan tingkat polusi udara. Berdasarkan data IQAir, polusi udara partikel mikro berukuran 2,5 nanometer atau PM 2,5 pukul 13.09 WIB di Jakarta enam kali di atas anjuran Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Adapun, rata-rata indeks pencemaran PM2,5 di DKI Jakarta sekitar 150. Alhasil, seluruh daerah di Ibu Kota berwarna merah atau berbahaya untuk saluran pernapasan manusia.

"ASN di Pemprov DKI itu sekitar 57.000 orang, dibandingkan dengan ASN di kementerian dan lembaga lain mungkin itu masih sangat kecil," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (24/8).

Oleh karena itu, Asep mengimbau pemerintah pusat untuk mengurangi jumlah ASN yang datang ke kantor dengan kendaraan pribadi. Senada, Asep meminta pengusaha untuk mengurangi pegawainya yang pergi ke kantor.

Di samping itu, Asep menyatakan kontributor polusi udara di DKI Jakarta tidak hanya dari kendaraan bermotor pribadi. Pencemar udara di Ibu Kota, kata dia, juga berasal dari sektor manufaktur dan energi.

Kontributor polutan PM2,5 terbesar di DKI Jakarta berasal dari sektor transportasi atau lebih dari 67%. Selain PM2,5, Asep mencatat sektor transportasi juga penumbang terbesar polutan PM10, Non-Methane Volatile Organic Compounds (NMVOC), dan Black Carbon (BC).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklasifikasikan emisi polusi udara di Jakarta menjadi tujuh jenis. Ketujuh emisi tersebut adalah Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO), Partikulat (PM10 dan PM2,5), BC, dan NMVOC.

Seluruh polutan tersebut mencemari Jakarta setara dengan 633.031 ton per tahun. Sektor manufaktur tercatat menjadi kontributor dominan dalam mengeluarkan emisi SO2, NO2, PM10, PM2,5, dan BC.

"Sektor transportasi memang jadi penyumbang terbesar polusi kualitas udara saat ini," katanya.

Asep menekankan kebijakan WFH yang diterapkan Pemprov DKI berbeda saat diterapkan selama pandemi Covid-19. Menurutnya, tujuan pemerintah saat ini membatasi pergerakan kendaraan di Ibu Kota, bukan pergerakan orang.

Oleh karena itu, Asep mengimbau masyarakat meningkatkan penggunaan transportasi umum bersamaan dengan kebijakan WFH. Maka dari itu, Asep juga telah merencanakan mitigasi jangka menengah dan panjang terkait polusi udara di Jakarta.

Asep memaparkan Pemprov DKI menargetkan untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum, khususnya TransJakarta. Asep menargetkan penggunaan TransJakarta oleh masyarakat dapat menjadi 88% dari populasi pada 2023 dengan 1,1 juta perjalan per hari.

Kementerian Perhubungan mendata partisipasi transportasi umum di DKI baru sekitar 20%. Adapun, target partisipasi kendaraan umum akan ditingkatkan menjadi 90% pada 2024 dengan total perjalanan 1,2 juta kali. Terakhir, pada 2025 jumlah perjalanan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kali.

Reporter: Andi M. Arief