Pemerintah berencana melakukan lebih banyak modifikasi cuaca mikro dan tirai air untuk mengurangi polusi udara DKI Jakarta. Mereka optimistis strategi tersebut dapat menekan tingkat polusi udara di Ibu Kota.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyampaikan uji coba modifikasi cuaca mikro telah dilakukan pada Minggu (27/8). Pemerintah menghembuskan uap air di atas Gedung Pertamina Cabang Jakarta Pusat untuk mempengaruhi salah satu polutan, yakni partikel udara berukuran lebih kecil atau sama dengan 1,5 mikrometer (PM2,5).
"Waktu diuji, memang PM2,5 turunnya signifikan, dari 112 turun menjadi kira-kira 52. Jadi, turunnya banyak," kata Siti di Kantor Presiden, Senin (28/8).
Siti menjelaskan latar belakang uji coba tersebut adalah kondisi udara Jakarta yang membaik setelah diguyur hujan kemarin. Siti mencatat hujan tersebut menurunkan angka polusi Jakarta dari 97 pada 15.30 WIB menjadi 29 pada 18.30 WIB.
Selain modifikasi cuaca mikro, pemerintah akan memasang tirai air di atas gedung-gedung besar. Secara sederhana, tirai air sebagai merupakan sejenis air mancur untuk mendinginkan suhu.
Tirai air tersebut akan diarahkan menghadap ruang publik. Terik matahari akan membuat air dari tirai air menguap dan akhirnya membentuk awan hujan.
"Kalau dilihat uji coba kemarin, modifikasi cuaca mikro dan tirai air cukup efektif," ujarnya.
Waspada Baca Data
Dalam kesempatan tersebut Siti meminta instansi pemerintah membaca data polusi yang betul. Ia mengatakan ada kemungkinan kesalahan pembacaan salah satu polutan, yakni PM2,5 dengan uap air.
Padahal, Badan Standarisasi Nasional telah mengeluarkan standar pembacaan polusi yang benar. "Kehati-hatian pembacaan polutan ini akan dilanjutkan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang cepat," katanya.
Siti menjelaskan saat ini pemerintah menghitung 15 polutan yang menjadi kontributor polusi udara di Jakarta. Sebagian polutan tersebut adalah PM10, PM2,5, Karbon Monoksida, Hidrokarbon, dan Ozon.
Pada rapat terbatas tentang polusi Jakarta di Istana Kepresidenan pada 14 Agustus 2023, KLHK mengklasifikasikan emisi polusi udara di Jakarta menjadi tujuh jenis. Ketujuh emisi tersebut adalah Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO), Partikulat (PM10 dan PM2,5), Non-Methane Volatile Organic Compounds (NMVOC), dan Black Carbon (BC).
Seluruh polutan tersebut mencemari Jakarta setara dengan 633.031 ton per tahun. Sektor manufaktur tercatat menjadi kontributor dominan dalam mengeluarkan emisi SO2, NO2, PM10, PM2,5, dan BC.