Kubu Prabowo dan Ganjar Berebut Klaim Potensi Gibran Jadi Cawapres

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Gibran Rakabuming melakukan sesi diskusi di Kopdarnas Partai Solidaritas Indonesia di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (22/8).
Penulis: Ade Rosman
30/8/2023, 10.07 WIB

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily mengungkapkan potensi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka diusung menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di pemilihan presiden 2024 mendatang. Menurut Ace, usul itu sempat dibahas di internal Golkar dan Koalisi Indonesia Maju. 

"Ada yang mengusulkan, saya kira pasti akan dipertimbangkan," kata Ace kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8).

Ace mengatakan, usulan itu akan dibahas lebih lanjut dalam partai koalisi. Namun, keputusan akhir tetap akan diserahkan kepada para Ketua Umum partai koalisi yang terdiri dari Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Bulan Bintang. 

"Pasti itu juga akan dibahas. Oleh karena itu saya kira pembahasan terkait hal tersebut harus dikembalikan pada para Ketua Umum parpol," kata Ace.

Di sisi lain, Gibran yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pun dilirik untuk menjadi cawapres pendamping Ganjar Pranowo. Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyebut Puan Maharani telah memberi pertanda kemungkinan Ganjar dan Gibran berpasangan dalam Pilpres 2024.

"Mbak Puan bahkan menyandingkan Ganjar, dan Mbak Puan sudah memberikan pernyataan bisa saja Ganjar - Gibran. Itu pernyataan Mbak Puan," kata Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/8).

Meski begitu, saat ini putra Presiden Joko Widodo itu belum dapat maju sebagai cawapres lantaran terkendala batas usia minimal 40 tahun sebagaimana termaktub dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun,” demikian bunyi UU Pemilu. 

Terkait aturan batas minimal usia capres dan cawapres, saat ini beberapa pihak melayangkan gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Salah satu penggugat yang berasal dari Partai Solidaritas Indonesia atau PSI meminta agar batas minimal usia capres atau cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

Said menyebut, PDIP saat ini tengah menunggu hasil putusan MK terkait hal tersebut. "Tentulah kan kami tidak boleh melanggar. Katanya suruh taat konstitusi, masa kita melanggar konstitusi sendiri. Kita tunggu semua," kata Said.

Usai Minimal Capres- cawapres Bukan Ranah MK  

Mahkamah Konstitusi sedang menggelar sidang gugatan syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden. Namun, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai urusan batas usia minimum capres dan cawapres tersebut merupakan urusan DPR, bukan MK. 

"Syarat usia calon adalah syarat bagi elected official. Apakah ini menunjukkan kebijakan hukum terbuka yang diatur oleh pembentuk undang-undang? Jawaban saya adalah iya, karena itu biasanya argumennya memang argumen kebijakan yang perkembangannya cepat, karena sains juga bergerak cepat," ujar Bivitri di Gedung Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (29/8). 

Bivitri selaku ahli dari pihak terkait perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (Perludem) terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Kebijakan hukum terbuka merupakan kewenangan pembentuk undang-undang apabila konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur. 

Ia juga menyinggung bahwa batas usia minimum bagi jabatan publik atau jabatan politik berbeda dengan presiden di mana anggota legislatif berusia 21 tahun, bupati dan wali kota 25 tahun dan gubernur 30 tahun. Namun, syarat usia bagi presiden justru 40 tahun. 

Menurutnya, ihwal presiden berbeda, karena konteksnya berada di jantung negara hukum terkait pembatasan kekuasaan. Untuk itu, capres dan cawapres berbeda dengan jabatan lainnya yang hanya boleh dua periode menjabat. 

"Mahkamah sendiri sudah sering konfirmasi hal ini, karena itulah dalam hal usia itu akhirnya lari ke dalam pembentukan undang-undang," jelasnya. 

Bivitri mengungkapkan bahwa banyak harapan yang terlalu tinggi diberikan kepada MK. Dia menilai jika MK turut dalam hal memberikan putusan, fleksibilitas yang mengikuti kontekstualisasi akan hilang karena nanti batas usia menjadi isu konstitusional. 

Reporter: Ade Rosman