Pimpinan ASEAN Sepakati Kerangka Kerja Ekonomi Biru di KTT

ANTARA FOTO/Media Center KTT ASEAN 2023/Dwi Prasetya/foc.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kiri) berbincang dengan Menlu Kamboja Sok Chenda Sophea saat acara ASEAN Political Security Community Council Meeting di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Senin (4/9/2023).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
5/9/2023, 19.26 WIB

Pleno Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-43 menyepakati kerangka kerja ekonomi biru atau blue economy framework. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan kerangka kerja tersebut merupakan hal baru di ASEAN.

Retno menjelaskan BEF merupakan salah satu dari sembilan dokumen yang diadopsi dalam sesi KTT tersebut. Menurutnya, pemerintah Indonesia berniat untuk mengembangkan agenda terkait kemaritiman dalam waktu dekat.

"Jadi, ada pengakuan bahwa blue economy merupakan sumber baru dari pembangunan berkelanjutan," kata Retno di lobby Jakarta Convention Center, Selasa (5/9).

Retno menjelaskan pengadopsian kerangka kerja tersebut masuk dalam kolom tema Epicentrum of Growth. Adapun, kesembilan dokumen yang diadopsi pada sesi pleno KTT ASEAN ke-43 hari pertama adalah:

  • Pengembangan inklusi disabilitas dan kemitraan untuk komunitas ASEAN yang tangguh
  • Pendidikan dan pangan anak usia dini
  • Pengembangan kesetaraan gender dan keluarga
  • Ketangguhan keberlanjutan
  • Perubahan iklim
  • Pusat pertumbuhan ASEAN
  • Ketahanan pangan dan nutrisi dalam merespon krisis
  • Perjanjian kerangka kerja ekonomi digital
  • Kerangka kerja ekonomi biru

Retno menyebutkan pemerintah Indonesia tahun ini mengembangkan agenda maritim dalam bentuk ASEAN Maritime Outlook. Dokumen kajian tersebut akan menjadi dasar penyelenggaraan ASEAN Maritime Forum yang digelar tiap tahunnya.

Retno mencatat bentuk lain pengembangan agenda maritim oleh pemerintah adalah percepatan negosiasi kode etik di Laut Cina Selatan. Retno mengatakan, kedua produk pengembangan maritim pemerintah Indonesia dicatat menjadi salah satu hasil dari sesi pleno KTT ASEAN ke-43.

Ketegangan Cina dan Filipina di Laut Cina Selatan

Kesepakatan ini di tengah ketegangan antara Cina dan Filipina di di Laut Cina Selatan. Ketegangan antara kedua negara terkait lokasi kapal perang yang berfungsi sebagai pos militer di Laut Cina Selatan.

Mengutip Xinhua, Cina telah berulang kali menyatakan kesediaannya untuk menyelesaikan perbedaan dengan Filipina melalui dialog bilateral dan berharap Filipina akan mematuhi konsensus yang dicapai di masa lalu.

Filipina sengaja mengandangkan kapal perang era Perang Dunia Kedua Sierra Madre pada 1999 sebagai bagian dari klaim kedaulatannya atas Second Thomas Shoal, yang terletak di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE), Filipina juga merotasi segelintir pasukan melalui kapal tersebut.

Filipina memenangkan penghargaan arbitrase internasional pada 2016 melawan klaim Cina atas hampir semua Laut Cina Selatan. Pengadilan memutuskan klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum, termasuk di Second Thomas Shoal.

Cina, yang tidak mengakui putusan tersebut, membangun pulau-pulau buatan manusia yang demiliterisasi di Laut Cina Selatan dan klaim kedaulatan bersejarahnya tumpang tindih dengan ZEE Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.

Reporter: Andi M. Arief