Polusi Udara Bisa Diatasi oleh Analisis Kesehatan, Ini Penjelasannya

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
Foto udara kawasan Margonda depok yang tertutup kabut polusi udara di Depok, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023).
Editor: Lavinda
8/9/2023, 18.36 WIB

Pendekatan isu kesehatan dianggap lebih relevan menjadi solusi penyelesaian masalah polusi udara dibanding pendekatan isu lingkungan. Hal ini merujuk pada efek negatif polusi udara yang langsung menyentuh kesehatan masyarakat.

Pendekatan isu kesehatan dalam mengatasi polusi udara dinilai lebih efektif untuk mencari penyebab atau akar masalah polusi udara yang akut.

Co-Founder Nafas Indonesia, Piotr Jakubowski menilai dialog masalah polusi udara yang berkembang saat ini lebih banyak pada upaya mencari sektor industri yang paling banyak mengeluarkan emisi.

Petinggi lembaga pemantau kualitas udara ini berpendapat, wacana yang berkembang lebih banyak membandingkan klaim pengeluaran emisi dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara, industri, maupun transportasi. Padahal, pendekatan isu kesehatan dapat menjawab penyebab dan langkah penanganan terhadap masyarakat yang terdampak polusi udara.

Melalui pendekatan tersebut, pemerintah bisa lebih awas soal penanganan masyarakat terdampak polusi udara melalui penyediaan tenaga medis, dan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dan mumpuni. Riwayat medis pasien bisa menjadi rujukan pemerintah untuk mendeteksi sumber polutan sekligus mengurangi sumber polutan.

“Masalah polusi udara bisa disikap sebagai isu kesehatan, bukan lingkungan,” ujar Piotr saat menjadi pembicara dialog Clean Air for Tomorrow’s Cities di Park Hyatt Jakarta pada Jumat (8/9).

Lewat pendekatan kesehatan, ujar Piotr, penanganan polusi udara menjadi lebih fokus pada sisi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dia mencontohkan pentingnya akses terhadap data kualitas udara.

Akses data kualitas udara dapat membantu masyarakat untuk mengontrol dan mitigasi paparan terhadap PM2.5 sekaligus membekali diri untuk upaya pencegahan.

“Kalau data menunjukan kualitas udara buruk, maka kita bisa memperhitungkan untuk lebih menekan kegiatan di luar rumah atau tidak mengajak anak kecil untuk main di luar rumah,” ujar Piotr.

Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, mengatakan jumlah pasien IGD asma akibat polutan terus meningkat.

“Polutan terbukti meningkatkan serangan penyakit paru sehingga ini membutuhkan penanganan yang sensitif,” kata Agus pada forum serupa.

Dia juga mengatakan imbas polusi udara juga berdampak negatif pada ibu hami karena akses oksigen ke janin bekurang karena penyempitan kapiler. “Bayinya jadi lebih kecil. Saya punya data riset tahun 2017, ibu hamil terpapat indoor polution maka bayi yang lahir berbeda 20% dari yang tidak terpapar,” ujar Agus.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu