Muhammadiyah Kecam Penggusuran Warga Rempang, Minta Cabut PSN Eco City

ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.
Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023).
Penulis: Ade Rosman
14/9/2023, 15.19 WIB

Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah mengecam penggusuran dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Aksi represif terjadi saat sebagian masyarakat menolak penggusuran rumah akibat rencana pembangunan Rempang Eco City yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional.

Ketua Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menganggap pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan dan cenderung terlihat brutal. Bahkan tindakan pembubaran aksi penolakan warga Rempang atas pengukuran tanah yang terjadi pada Kamis (7/9) lalu dinilai memalukan.

"Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan," ujar Trisno dalam keterangan resmi yang juga diketahui oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Membidangi Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqoddas seperti dikutip Kamis (14/9). 

PP Muhammadiyah pun menilai proyek Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional atau PSN yang sangat

bermasalah. Pasalnya, payung hukumnya baru disahkan pada tanggal 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Selain itu, proyek tersebut juga disebut tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak. PP Muhammadiyah pun menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyebut tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap, sangat keliru.

"Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834," bunyi keterangan tersebut.

Pernyataan kecaman itu juga disuarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik. Ketua LHKP Ridho Al Hamdi dalam siara pers bersama itu mengatakan Menko Polhukam melalui pernyataan atas situasi Rempang terlihat jelas membela kepentingan investor. 

Menko dinilai menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut. Menurut Ridho, meski proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp 318 Triliun namun bila harus mengorbankan 16 kampung tua yang sudah lama menjadi tidak tepat. 

Berdasarkan penilaian tersebut, PP Muhammadiyah bersama LHKP meminta presiden dan Menko Perekonomian mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN. Mereka juga meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan usai kerusuhan. 

“Mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM,” ujar mereka. 

Selain itu LHKP dan Muhammadiyah mendesak DPR RI untuk mengevaluasi beragam peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan mandat konstitusi. Mereka pun mendesak Kementerian PPN/Bappenas untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah yang penuh dengan partisipasi bermakna dengan melibatkan pihak-pihak yang akan terdampak serta memastikan prinsip keadilan antar generasi

“Mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk segera memerintahkan penarikan pasukan dari lokasi yang menjadi milik masyarakat Pulau Rempang dan mengevaluasi penggunaan gas air mata dalam kekerasan yang terjadi pada 7 September 2023 di Pulau Rempang,” ujar Ridho. 

Pernyataan bersama itu juga meminta pemerintah mencopot Kapolda kepulauan Riau, Kapolres Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam yang terbukti melakukan kekerasan pada masyarakat sipil. Pemerintah juga diminta segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup, mempertahankan kebudayaan dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati.

Reporter: Ade Rosman