Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan direktur utama PT Pertamina (persero) 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka. Karen diduga terlibat dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Tahun 2011-2014.
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers menyampaikan status tersangka Karen didasarkan pada hasil penyelidikan yang telah digelar penyidik. Karen ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Firli mengatakan pemeriksaan terhadap Karen merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat.
"KPK telah mengumpulkan bukti permulaan yang cukup sehingga kami lakukan penyidikan dan menetapkan serta mengumumkan tersangka," ujar Firli dalam keterangan pers seperti disiarkan KPK TV, Selasa (19/9).
Firli mengatakan setelah ditetapkan sebagai tersangka Karen akan menjalani penahanan selama 20 hari hingga 8 Oktober. Karen akan ditahan di rumah tahanan Salemba cabang KPK.
Pada perkara dugaan korupsi LNG ini sebelumnya KPK telah memeriksa memeriksa Menteri Badan Usaha Milik Negara Periode 2011-2014 Dahlan Iskan pada Kamis (14/9) lalu. Usai pemeriksaan Dahlan mengatakan tak banyak tahu soal korupsi pengadaan gas alam cair tersebut.
"Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan," kata Dahlan usai pemeriksaan.
Pada 2022 KPK mengumumkan sedang menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina Tahun 2011-2014. Sejumlah pihak juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Meski begitu sampai saat ini KPK belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini.
Duduk Perkara Korupsi PNG
Dalam proses penyidikan suatu kasus, Firli mengatakan KPK mengumpulkan keterangan dan alat bukti untuk membuat terang suatu peristiwa pidana. Hal tersebut dilakukan dalam penyidikan kasus LNG tersebut.
Firli menjelaskan pada 2012 PT Pertamina memiliki rencana mengadakan bahan bakar alternatif sebagai cara mengatasi defisit gas di Indonesia. Perkiraan defisit gas akan terjadi pada 2009- 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan pertamina, industri pupuk dan industri LNG indonesia.
Selanjutnya menurut Firli Karen yang saat itu menjadi direktur utama mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa suplier LNG dalam negeri dan luar negeri. Saat pengambilan kebijakan tersebut Karen disebutkan melakukan keputusan perjanjian kerja sama secara sepihak tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh, Karen juga disebut tidak melaporkan rencana kebijakan itu pada dewan komisaris pertamina.
"Pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat pemegang saham tidak dilakukan sama sekali. Akibatnya tidakan Karen tidak mendapat persetujuan pemerintah saat itu," ujar Firli.
Firli menjelaskan perbuatan Karen bertentangan dengan pakta peryataan keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang anggaran dasar pertamina dan sejumlah peraturan BUMN. Perbuatan Karen menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar US$ 140 Juta dolar atau setara dengan Rp 2,1 triliun. Atas perbuatan itu Karen disangkakan pelanggaran Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.