Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita tiga unit mobil mewah milik tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Adhi sengaja menyembunyikan aset tersebut di Kota Batam untuk menghindari pemeriksaan.
"Tim Penyidik telah melakukan penyitaan tiga unit kendaraan mewah yang diduga milik tersangka AP yang diduga sengaja disembunyikan di Ruko Green Land, Kecamatan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau," kata Ali Fikri dalam keterangan resmi, Kamis (21/9).
Tiga mobil mewah mantan petinggi di Direktorat Jenderal Pajak itu terdiri dari satu unit Hummer Tipe H3 warna silver, satu unit Morris Tipe Mini warna merah, dan satu unit Toyota Tipe Rodster warna merah.
Ali mengatakan tiga unit mobil mewah tersebut selanjutnya disita petugas. Penyimpanan sementara ditempatkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Tanjungpinang.
Sebelumnya, pada Jumat (7/7) lalu KPK menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.
Sebagai broker, tersangka Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia. Barang itu biasanya diekspor menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran ("fee"). Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka Andhi menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya. Para pengirim uang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Modus Penerimaan Gratifikasi
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022. Saat itu Andhi menduduki beberapa posisi mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Adapun posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp 28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp 652 juta. Pembelian polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp 20 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Andhi Pramono dijerat Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.