Dominasi Caleg Lama di Pemilu Jadi Sorotan, Nama Baru Bisa Sulit Masuk

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Suasana Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2023-2024 di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
25/9/2023, 17.31 WIB

Sebanyak 93,5% dari calon legislatif petahana yang memutuskan untuk mencalonkan diri kembali dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi nama-nama baru untuk masuk ke perlemen.

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes mengatakan sebagian dari mereka telah mengikuti pemilu dalam dapil tersebut lebih dari 2 periode. Kemudian, sekitar 53% dari petahana yang mencalonkan kembali juga mempertahankan nomor urut yang sama.

"Perkiraan kami akan masih cukup kompetitif dan ini akan menyulitkan caleg baru," kata Arya dalam Update Politik Nasional: Pemilu 2024, Peta Kompetisi Partai, dan Situasi Keamanan di Papua pada Senin, (25/9). 

Tak hanya itu, jumlah calon legislatif petahana yang pindah partai tidak sebanyak pada Pemilu 2019 lalu. Saat ini,  hanya ada enam calon petahana yang memutuskan untuk pindah partai. Sementara pada pemilu sebelumnya, lebih dari 30 yang melakukan perpindahan partai.

"Karena ketika itu ada konflik, misalnya Partai Hanura konflik ada dua kepengurusan, partai PPP konflik juga ada dua kepengurusan dan beberapa partai lainnya,” katanya

Sementara itu,  dari 575 anggota legislatif petahana, sekitar 90% dari mereka memutuskan untuk mencalonkan diri lagi dalam daerah pemilihan (Dapil) yang sama.

Alasan mereka memilih untuk maju kembali karena telah membangun kekuatan politik yang kuat selama masa jabatan. Ia mengatakan, peluang calon anggota legislatif petahana untuk kembali terpilih kemungkinan lebih tinggi dibandingkan dengan penantang baru. 

“Kalau dia maju di Dapil yang sama itu tentu dia sudah punya jaringan politik yang kuat jadi dengan politik yang terawat," katanya.

Pileg Kalah Pamor

Arya menyebut mayoritas masyarakat cenderung lebih memprioritaskan pemilhan presiden dibanding pemilihan anggota legislatif pada Pemilu 2024. Padahal, kata Arya, kualitas kebijakan publik yang dibentuk oleh DPR akan menentukan arah pembangunan Indonesia ke depan.

Sependapat dengan Arya, Peneliti Hukum dan Keamanan Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Nicky Fahrizal, menyoroti perbedaan antara popularitas Pilpres, yang sering kali membuat Pileg kurang diperhatikan. Namun, Nicky menegaskan Pileg memiliki nilai strategis yang sangat penting dalam sistem tata negara.

Hal ini karena pileg memiliki peran kunci dalam menentukan kualitas Parlemen, baik itu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Untuk meningkatkan kualitas Parlemen, lanjut Nicky, masyarakat perlu melihat calon legislatif (Caleg) yang memiliki integritas, rekam jejak yang jelas, pandangan politik yang jelas, dan kompetensi yang baik.

"Transparansi harus diutamakan dilihat merekam jejaknya integritas adalah harga mati,” ucap Nicky dalam kesempatan yang sama.

Dengan demikian, masyarakat bisa mengambi langkah proaktif demi memperbaiki mekanisme partisipasi, meningkatkan kualitas legislasi, dan mengurangi tren yudisialisasi politik di Mahkamah Konstitusi.

"Pileg yang berkualitas akan menentukan sejauh mana parlemen atau DPR merepresentasikan masyarakat dan mengangkat aspirasi aspirasi masyarakat itu sendiri,” kata Nicky.

Nicky juga menekankan masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih baik caleg dan calon presiden yang mendukung nilai-nilai demokrasi, termasuk kebebasan berpendapat.

"Kita merasakan bagaimana beberapa kebebasannya tidak bisa dilaksanakan dengan baik terutama kebebasan dalam berpendapat,” kata Nicky dalam Update Politik Nasional: Pemilu 2024, Peta Kompetisi Partai, dan Situasi Keamanan di Papua pada Senin, (25/9). 

Reporter: Nur Hana Putri Nabila