Terdakwa BTS Sebut Diminta Bayar Rp 112 M demi Setop Kasus di Kejagung

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo Johnny G. Plate (kanan) menjalani sidang lanjutan di PengadilanTipikor, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Penulis: Ade Rosman
28/9/2023, 06.00 WIB

Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo, Anang Achmad Latif mengaku pernah diminta membayar USD 8 juta atau setara Rp 112 miliar untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi Base Transceiver Station atau BTS 4G di Kejaksaan Agung. Menurut Anang, permintaan itu datang dari seseorang bernama Edward Hutahaean. 

Adanya permintaan uang itu diungkap Anang saat menjadi saksi mahkota untuk tiga terdakwa pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/9).  Pada mulanya kuasa hukum Irwan Hermawan, Handika Honggowongso menunjukkan foto edward dan menanyakan apakah Anang mengenalinya atau tidak. Anang pun menjawab mengenal dan pernah bertemu dengannya.

Ketiga terdakwa adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak. Pada sidang tersebut Anang mengatakan, Edward mengklaim dapat membereskan proses penyelidikan perkara BTS yang tengah bergulir di Kejaksaan Agung yang kala itu sudah bergulir.

"Sehubungan dengan perkara BAKTI ini apa yang beliau sampaikan ke bapak, apa yang beliau lakukan ke Bapak?" kata Handika bertanya pada Anang usai menunjukkan foto Edward.

Menjawab pertanyaan Handika, Anang pun membeberkan dirinya sempat bertemu dengan Edward di salah satu restoran di kawasan Lapangan Golf Pondok Indah. Pertemuan itu, tambah Anang, dilakukan sebelum ia bersama rombongan Johnny G Plate yang saat itu masih menjabat sebagai Menkominfo ke Amerika Serikat.

“Saya lupa persisnya apakah September atau Oktober, pertemuan itu saya hanya berdua dengan saudara Edward. Beliau sampaikan bahwa menanyakan proses lidik dari BTS ini. Saya bilang ‘saya coba jalankan saja, saya belum tahu kasus ini seperti apa’,” kata Anang.

Nama Edward Hutahaean sebelumnya masuk dalam daftar orang yang menerima aliran dana Rp 27 miliar dalam perkara BTS Kominfo. Edward pun telah menjalani pemeriksaan di Kejagung pada rabu (5/7) lalu.  Saat itu ia dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Windi Purnama (WP) selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera dan Muhammad Yuzriki Muliawan (YM) selaku Direktur PT Basis Utama Prima.

Ancaman Ungkap Kasus di Kominfo

Pada pertemuan perdana, Anang menyebut Edward sempat mengatakan bahwa jika tak segera diurus sedari awal maka kasus tersebut akan menjadi masalah besar. Kepada Anang Edward mengatakan masalah BTS merupakan proyek besar sehingga butuh dana besar untuk bisa menghentikan pengusutannya. 

“Pada saat itu, beliau menyebutkan angka 8 juta US dollar,” kata Anang.

Tak hanya itu, menurut Anang, Edward pun sempat memintanya untuk menyiapkan USD 2 juta dalam waktu tiga hari jika serius menerima tawaran tersebut.  Ia pun mengaku terkejut dengan jumlah uang yang diminta dan menolak permintaan itu.

“Saya kaget, saya bilang ‘Pak kalau uang sebesar itu mending dipenjara saja, karena saya tidak punya uang sebesar itu’,” kata Anang menggambarkan percakapannya dengan Edward.

Merespons jawaban Anang, Edward disebut menyarankannya untuk minta bantuan pada Galumbang. Alasannya Edward menilai Anang memiliki kedekatan dengan bos Moratelindo itu. Anang pun kembali bertanya kepada Edward. 

“Saya tanya ‘kenapa Pak Galumbang beliau kan tidak ikut BTS?’ Beliau jawab ‘kan Pak Galumbang pernah bermitra dengan Bakti dengan proyek Palapa Ring-nya,” ujar Anang mengulang perkataan Edward. 

Menurut Anang, pria yang mengaku punya koneksi banyak di Kejaksaan Agung itu kemudian menjelaskan bahwa Galumbang termasuk orang yang pernah menikmati proyek dari Kominfo. Anang pun menyebut Edward kerap mendekatinya dan meminta proyek dari Bakti, dan mengancam akan 'meratakan' Kemenkominfo bila tak diberi proyek. 

"Kalau di kami ada kira-kira untuk sejenis quality service seluler itu nilainya Rp 250 miliar, lalu ada pekerjaan semacam dana center juga yang dia inginkan dari Kominfo," kata Anang. 

Dalam keterangannya mantan anak buah Johnny G Plate itu mengatakan Edward bahkan pernah mengancam akan membolduzer seluruh pihak di Kementerian Kominfo bila tidak memberikan dana yang ia minta. Pada sidang tersebut, selain Anang, eks Menkominfo Johnny G Plate dan mantan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto juga dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk tiga terdakwa yang sama.  

Reporter: Ade Rosman