BMKG Ungkap Penyebab Panas di Jabodetabek hingga 38 Derajat Celsius

ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Warga berjalan di tengah cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (24/4/2023).
Penulis: Desy Setyowati
30/9/2023, 16.58 WIB

BMKG atau Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat cuaca panas bisa mencapai 38 derajat Celsius. Apa penyebabnya?

Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum di beberapa wilayah Indonesia pada siang hari berkisar 35 - 38 derajat Celsius selama 22 - 29 September. Data ini diukur di Kantor Stasiun Klimatologi Semarang, Jawa Tengah, pada 25 dan 29 September, serta di Stasiun Meteorologi Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, pada 28 September.

Suhu maksimum terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek yakni di kisaran 35 - 37,5 derajat Celsius. Suhu maksimum yakni di Tangerang Selatan pada 29 September.

"BMKG mengimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh, terutama bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari, supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan, dan dampak buruk lainnya," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Sabtu (30/9).

"Kondisi fenomena cuaca panas terik ini diprediksi masih dapat berlangsung pada Oktober," Guswanto menambahkan.

Sebagian besar wilayah Indonesia, terutama yang berada di selatan ekuator, masih mengalami musim kemarau. Menurutnya, mayoritas daerah akan memasuki periode peralihan musim selama Oktober sampai November.

Bagian wilayah Indonesia yang memasuki masa peralihan musim pada Oktober - November diprediksi bercuaca cerah pada siang hari.

Guswanto mengemukakan sebagian besar wilayah Indonesia, terutama Jawa hingga Nusa Tenggara, cuacanya cerah selama sepekan terakhir. Pertumbuhan awan minim pada siang hari.

Kondisi demikian membuat sinar matahari pada siang hari langsung sampai ke permukaan bumi tanpa halangan signifikan dari awan di atmosfer, sehingga suhu udara di luar ruangan terasa sangat terik.

Posisi semu matahari terpantau bergerak ke arah selatan ekuator pada akhir bulan ini. Itu artinya, bagian wilayah Indonesia yang berada di selatan ekuator bisa terkena dampak penyinaran matahari lebih intens dibandingkan wilayah lain pada pagi menjelang siang hari.

"Namun demikian, fenomena astronomis ini tidak berdiri sendiri dalam mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis atau ekstrem di permukaan bumi," kata Guswanto. Faktor lainnya yakni kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara.

"Secara umum, fenomena suhu panas terik tersebut terjadi karena dipicu oleh beberapa kondisi dinamika atmosfer," Guswanto menambahkan.

Reporter: Antara