Duduk Perkara Pontjo Sutowo Gugat Pemerintah Rp 28 Triliun

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
30/10/2023, 14.58 WIB

Sidang perdana gugatan pemilik Hotel Sultan, PT Indobuildo, kepada empat entitas pemerintah telah usai siang tadi, Senin (30/10). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan kedua belah pihak untuk melakukan mediasi dalam waktu 40 hari atau hingga Desember 2023. 

Secara rinci, gugatan dilayangkan kepada empat pihak, yakni Menteri Sekretaris Negara, Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno, Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan Kantor Administrasi Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Kuasa Hukum Indobuildco Amir Syamsudin berharap agar proses mediasi tersebut memunculkan titik temu kepentingan Indobuildco dan keempat entitas tersebut. Oleh karena itu, Amir berniat untuk mengendalikan mediasi tersebut dengan pernyataan yang tidak akan menjadi kontroversi.

"Karena mediasi  tujuannya adalah mempertemukan kepentingan kedua pihak untuk mencari solusi yang terbaik," kata Amir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Di sisi lain, Kuasa Hukum Pemerintah Kharis Sucipto mengatakan akan menjunjung tinggi kepentingan kliennya, yakni Kementerian Sekretariat Negara dan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno. 

Ia menjelaskan kepentingan hukum yang dimaksud adalah pengelolaan atas hak pengelolaan atau HPL Nomor 1/Gelora. Berakhirnya masa berlaku hak guna bangunan atau HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora membuat kedua hak atas tanah tersebut masuk ke dalam HPL Nomor 1/Gelora.

Pemasangan plang aset negara di Hotel Sultan (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/Spt.)

Sengketa Hotel Sultan

Untuk diketahui, masa berlaku HGB No. 26/Gelora habis pada 3 Maret 2023, sedangkan HGB No. 27/Gelora pada 3 April 2023. Dengan demikian, pemerintah berpendapat kedua sertifikat hak pengelolaan tersebut sudah tidak berlaku dan otomatis menjadi bagian dari HPL No. 1/Gelora.

Kharis menunjukkan klausul tersebut tersemat dalam dokumen HPL No. 1/Gelora. Karena itu, Kementerian Keuangan telah menetapkan HPL No. 1/Gelora, termasuk tanah bekas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora, menjadi barang milik negara pada 2010.

"Yang akan kami junjung tinggi dalam proses perkara ini, mohon digaris bawahi, kepentingan hukum dari Kementerian Sekretaris Negara dan PPKGBK dalam tanah eks HGB No. 26/Gelora dan eks HGB No. 27/Gelora," ujar Kharis.

Sebelumnya, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno atau PPKGBK berencana merevitalisasi seluruh kawasan Gelora Bung Karno. Proyek revitalisasi GBK termasuk Blok 15, tempat berdirinya Hotel Sultan pada eks HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora.

Hotel Sultan berdiri pada bidang tanah eks Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora. Kemensetneg menganggap lahan tersebut sebagai milik pemerintah setelah empat Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang menyatakan hak pengelolaan atas nama Sekretariat Negara casu quo (cq) PPKGBK adalah sah.

HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora sebelumnya merupakan atas nama PT Indobuildco milik pengusaha Pontjo Sutowo. Namun, hak itu dianggap berakhir pada tanggal 3 Maret 2023 dan 3 April 2023.

Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi A. Kusumo menyampaikan telah mengirimkan draf awal rencana revitalisasi tersebut kepada Kementerian PUPR dan Kementerian Sekretariat Negara.  "Mengenai ada hotel segala macam di Blok 15, itu masih dalam pembahasan dengan Kemensetneg," kata Rakhmat dalam saluran resmi Kementerian Sekretariat Negara, Kamis lalu. 

PEMERINTAH AKAN KELOLA HOTEL SULTAN (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Pontjo Sutowo Melawan

Dalam gugatan ke PN Jakarta Pusat, Pontjo Sutowo, menggugat pemerintah Rp 28 triliun karena telah menutup akses hotel tersebut. Amir menyebut angka tersebut adalah nilai moderat dibandingkan kerugian aslinya.

"Manakala tiba-tiba membunuh satu usaha tanpa dasar hukum dan alasan, wajib orang yang melakukan itu bertanggung jawab dan dituntut seberat-beratnya," kata Amir.

Pembukaan beberapa akses Hotel Sultan belum lama ini tidak melanggar hukum karena masih berada di kawasan hotel. Namun, beberapa penghalang akses seperti beton dan rambu-rambu yang dinilai ilegal masih tetap dipasang.

Penutupan akses ke Hotel Sultan tersebut, menurut Amir, merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pihak tertuntut, terutama Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Aksi tersebut telah mengganggu bisnis Hotel Sultan yang bergerak di bidang pariwisata.

Karena itu, Amir berpendapat kerugian yang dialami Hotel Sultan lebih besar dari gugatan yang diajukan, yakni Rp 28 triliun.  "Kami akan lihat perkembangan di dalam perjalanan ini," katanya.

Di sisi lain, Amir menekankan pihaknya tidak menemukan putusan pengadilan yang menjadi dasar pengerahan aparat berwajib dalam upaya mengosongkan Hotel Sultan.  Pemerintah berdalih dasar perintah pengosongan Hotel Sultan adalah habisnya masa berlaku hak guna bangunan atau HGB Hotel Sultan. 

Reporter: Andi M. Arief