Putusan MKMK: Saldi Isra Tak Langgar Kode Etik soal Dissenting Opinion

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin jalannya sidang MK
Penulis: Ade Rosman
7/11/2023, 17.26 WIB

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menetapkan hakim konstitusi Saldi Isra tidak melanggar kode etik atas pernyataan yang ia buat dalam materi perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia  usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketetapanitu dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshidique dalam putusan nomor 3/MKMK/L/11/2023. 

“Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion),” ujar Jimly membacakan putusan dalam sidang yang digelar Selasa (7/11). 

Dalam pertimbangan yang dibacakan anggota Wahiduddin Adams, MKMK menilai Saldi Isra tidak dapat dikatakan melanggar kode etik yang disebabkan materi muatan berbeda (dissenting opinion) dalam putusan nomor 90. Meski begitu MKMK mengakui pada bagian awal materi dissenting yang dibuat, Saldi mengungkapkan sisi emosional seorang hakim. 

“Namun itu tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran etik,” ujar Wahiduddin. 

MKMK menilai perbedaan pendapat yang disampaikan Saldi merupakan satu kesatuan yang utuh yang tak dapat dipisahkan dari putusan no 90. Selain itu MKMK menilai pendapat berbeda yang dibuat Saldi Isra tetap bermuatan pandangan secara hukum atas hukum acara dan substansi perkara. 

Meski tidak melanggar etik secara personal, MKMK menyatakan Saldi Isra melakukan pelanggaran etik secara kolektif. Saldi bersama 8 hakim lainnya dinilai melakukan pembiaran sehingga putusan yang menuai kontroversi itu diputus. 

Saldi juga disebut turut melanggar etik secara kolektif berkaitan dengan adanya kebocoran informasi rahasia rapat permusyawaratan hakim dan pembelajaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalam penanganan perkara. “Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap terlapor dan hakim konstitusi lainnya.” 

Empat Putusan

Pada sidang putusan MKMK membagi 21 laporan aduan masyarakat menjadi 4 putusan. Pengelompokan dibuat berdasar kesamaan materi dan hakim yang dilaporkan. 

“Tapi untuk kepentingan praktis kami jadikan 4 putusan,” ujar Jimly. Jimly mengatakan putusan pertama berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua MK Anwar Usman. Putusan kedua berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik Saldi Isra. Sedangkan putusan ketiga berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik Hakim MK Arief Hidayat. Putusan yang terakhir berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik oleh 9 hakim MK. 

“Cuma untuk kepentingan komunikasi, kami nanti akan baca kolektif dulu baru yang terakhir hakim Anwar Usman,” ujar Jimly. 

Putusan MK nomor 90 tentang batas usia capres dan cawapres menjadi perdebatan karena dinilai ada unsur kesengajaan untuk memuluskan langkah Wali Kota Surakarta Solo Gibran Rakabuming Raka maju dalam pilpres. Putusan itu membuat putra Presiden Joko Widodo yang baru berusia 36 tahun itu bisa melenggang di pilpres. 

Dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu sebelum putusan MK disebutkan syarat minimal usia capres dan cawapres adalah 40 tahun. Adapun putusan MK menambahkan klausul bahwa syarat capres dan cawapres adalah minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah.  

Reporter: Ade Rosman