Anwar Usman Dilaporkan ke Ombudsman atas Dugaan Maladministrasi

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Penulis: Ade Rosman
9/11/2023, 18.22 WIB

Sejumlah advokat yang tergabung dalam Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan hakim konstitusi Anwar Usman ke Ombudsman. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu diduga melakukan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik atau maladministrasi.

Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus mengatakan dasar laporan yang dilayangkan karena Anwar disebut lalai membentuk Majelis Kehormatan Banding. Anwar juga dinilai lalai membuat Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding sehingga telah merugikan pihaknya yang tak dapat mengajukan banding terkait putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/2023 yang hanya menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar dari Ketua MK.

“Akibatnya pihak pelapor tidak bisa melakukan banding atas putusan MKMK yang dinilai tidak menyentuh esensi laporan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi, tidak dapat ditinjau lagi di tingkat Banding,” kata Petrus seperti dikutip Kamis (9/11). 

Petrus mengatakan Anwar sebenarnya turut terkena dampak tak adanya majelis kehormatan banding. Menurut Petrus, saat ini pun Anwar tak memiliki saluran untuk mengajukan upaya banding atas putusan MKMK yang memberhentikan dirinya dari jabatan ketua MK.

Menurut Petrus, kelalaian Anwar yang tak membentuk Majelis Kehormatan Banding dan membuat Peraturan MK mengenai Majelis Kehormatan Banding dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum yang dikualifikasi sebagai maladministrasi.

“Sehingga menjadi kewenangan Ombudsman RI untuk memproses lebih lanjut,” kata Petrus.

Dia pun mengaku Perekat Nusantara dan TPDI sangat kecewa dengan tidak adanya mekanisme banding. Terlebih menyangkut Anwar yang dinyatakan melakukan pelanggaran namun menurutnya malah diberikan sanksi ringan oleh MKMK.

Di sisi lain, Petrus mengatakan, lima butir amar putusan untuk Anwar tak menyentuh esensi persoalan yang diperkarakan. Padahal menurut dia MKMK dalam pertimbangan hukumnya tegas menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. 

“Akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi "pemberhentian dengan tidak hormat" dari Hakim Konstitusi, sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No. 1 Tahun 2023 tentang MKMK,” katanya.

Lebih jauh, Petrus menilai MKMK telah mengecoh publik dengan putusan tersebut. Ia menganggap putusan yang dibacakan sebenarnya loyo namun hanya nampak perkasa. Putusan itu menurut dia mengamputasi akar masalahnya yang bersumber dari Anwar Usman. 

“Sehingga sulit rasanya membenahi MK jika Anwar Usman masih bercokol di MK,” kata Petrus. 

Sebelumnya pada Selasa (7/11) MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Anwar disebut melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan dalam sapta karsa hutama.   

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan. 

Dengan demikian, Anwar tidak lagi menjabat sebagai Ketua MK. MKMK pun memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan Ketua MK yang baru, terhitung 2x24 jam sejak putusan dibacakan.  Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

Reporter: Ade Rosman