Burhanuddin Ungkap Alasan Prabowo Unggul Meski Ada Isu Dinasti Politik

KATADATA/AJENG DINAR ULFIANA
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjadi pembicara dalam acara "Peluang dan Risiko Investasi Jelang Pilpres" yang digelar Katadata Insight Center (KIC) di Jakarta, Rabu (30/1).
16/11/2023, 06.05 WIB

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengungkap alasan elektabilitas Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tetap tinggi menjelang pemilihan presiden. Padahal menurut Burhanuddin Prabowo dan Gibran menjadi sorotan lantaran persoalan dinasti politik. 

Doktor ilmu politik dari Universitas Nasional Australia (ANU) mengatakan isu dinasti politik tak mempan mempengaruhi elektabilitas Prabowo lantaran adanya pergeseran dalam kultur politik Tanah Air. Ia menyebut isu dinasti politik dalam iklim perpolitikan di Indonesia telah mengalami normalisasi layaknya praktek politik uang.

"Jadi kalau ditanya, masyarakat itu tidak merasa khawatir saat calon bupati, gubernur dan wali kota memiliki hubungan dengan petahana sepanjang kinerjanya baik," kata Burhan saat menjadi pembicara diskusi Habibie Democracy Forum bertajuk Pemilu 2024 di Hotel Meridien Jakarta pada Rabu (15/11).

Menurut Burhan, normalisasi politik dinasti berawal dari karakter pemilih Indonesia yang cenderung mengultuskan tokoh tertentu. Hal itu kemudian menjadi tantangan sendiri dalam kematangan demokrasi dalam negeri.

Asumsi itu diperkuat oleh hasil sigi Indikator bertajuk 'Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini' yang dirilis pada awal November lalu. Survei tersebut dilakukan pada 27 Oktober hingga 1 November 2023 dengan menyasar kepada 1.220 orang berusia 17 hingga di atas 60 tahun secara tatap muka.

Dengan menggunakan metode penarikan sampel acak atau multistage random sampling, survei itu memiliki toleransi kesalahan 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Menurut Burhan merujuk survei tersebut persepsi publik terhadap isu dinasti politik tampak tidak banyak mengalami perubahan setelah penutupan pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bahkan ada kecenderungan warga sedikit lebih toleran atau tidak mengkhawatirkan.

Menurut survei terbaru Indikator politik, sebanyak 52,6% responden menyatakan politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat. Pada kelompok ini, elektabilitas Prabowo-Gibran berada di 43.2%, lebih dominan ketimbang dua pasangan lain. Adapun pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD meraih 31.8% suara dan pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar memperoleh 19.4%.

Sementara 36,3% populasi survei menilai meski dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, politik dinasti akan menghambat demokrasi di Indonesia. Pada kelompok ini, dukungan tampak lebih kompetitif meski pasangan Prabowo-Gibran masih unggul dengan 34.2%, Anies-Muhaimin 32.8%, dan Ganjar-Mahfud 28.8%.

"Ternyata dinasti politik sama dengan politik uang, mereka mengalami normalisasi," ujar Burhan.

Dinasti Politik di Pilkada

Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta itu melanjutkan, praktik dinasti politik jamak terjadi pada satuan pemerintahan terendah di tingkat desa. Dia mengatakan hampir sekira 80% kepala desa di Indonesia punya ikatan kekerabatan dengan keluarga inti seperti anak, istri, keponakan hingga paman.

"Ini membuat saya sulit untuk mengelak dari rasa pesimis bahwa proses demokrasi ke depan masih berat, karena yang kita tantang bukan hanya elit politik yang liberal tapi juga karakter pemilih kita," ujarnya. 

Menanggapi temuan tersebut, Direktur Eksekutif The Habibie Center Hasan Ansori mengatakan bahwa narasi politik dinasti dan polemik putusan MK nomor 90 secara perlahan bakal menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pasangan Prabowo-Gibran. "Saya percaya isu itu akan berdampak pada trust masyarakat dalam jangka panjang. Bukan sekarang, Pilpres masih di februari," kata Ansori.

Dia meyakini apabila narasi kebenaran politik dinasti dan polemik putusan MK terbangun di masyarakat akan secara perlahan menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran. Dia menilai, proses terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo merupakan tindakan yang jauh dari semangat demokrasi.

Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi polemik lantaran mengubah syarat capres dan sebelumnya minimal 40 tahun menjadi minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah. Putusan itu telah memuluskan jalan Gibran yang merupakan Wali Kota Surakarta berusia 36 tahun bisa ikut pilpres. 

Adapun para hakim konstitusi yang memutus perkara itu kemudian disidang di Majelis Kehormatan MK atas dugaan pelanggaran etik. Hasilnya Ketua MK Anwar Usman yang juga merupakan paman Gibran ditetapkan melanggar etik berat lantaran turut memutus perkara yang memiliki benturan kepentingan. Sedangkan 8 hakim lain mendapat sanksi ringan berupa teguran lantaran telah melakukan pembiaran atas dugaan adanya kebocoran informasi rahasia di rapat majelis hakim. 

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu