Novel Akui Pernah Dengar Agus Rahardjo Diintervensi Jokowi Soal E-KTP

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Novel Baswedan memberikan keterangan pada awak media di Jakarta, Senin (24/5/2021).
Penulis: Ade Rosman
1/12/2023, 16.40 WIB

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku pernah mendengar cerita soal Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo yang pernah diminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto alias Setnov. Menurut Novel, cerita itu ia dengarkan dari beberapa pegawai KPK.  

"Seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN (Setya Novanto) tetap dijalankan," kata Novel kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/12).

Kendati demikian, Novel mengaku tak mengetahui detail mengenai kejadian tersebut lantaran ia tengah berobat di Singapura. Namun, ia menegaskan bahwa direvisinya Undang-Undang KPK menunjukkan pelemahan terhadap lembaga antirasuah.

Sebelumnya, dalam program Rosi, yang ditayangkan di YouTube Kompas TV, Agus mengaku pernah diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setnov. Penetapan tersangka Setnov diumumkan secara resmi oleh KPK pada Jumat, 10 November 2017 lalu.

Kala itu, Setnov merupakan Ketua DPR RI dan juga Ketua Umum Partai Golkar yang masuk ke dalam salah satu partai pengusung Jokowi.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," kata Agus.

Agus menggambarkan situasi kala itu, menurutnya saat itu Jokowi tengah dalam posisi emosi. Menurut Agus saat ia menemui Jokowi, ia tengah marah dan berteriak ‘hentikan’. 

“Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus menggambarkan.

Kendati demikian, Agus tak menjalankan perintah Jokowi itu. Ia beralasan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) telah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (pada Presiden) apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," kata Agus.

Lebih jauh, Agus mengaku telah menceritakan kejadian itu pada koleganya di KPK.

"Saya bersaksi, itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita," kata Agus.

Menurut Agus kejadian itu kemudian merembet pada  diubahnya Undang-undang KPK. Salah satu revisinya yakni KPK yang saat ini berada di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3. 

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.



Reporter: Ade Rosman