Mengenal EG.5, Subvarian Terbaru Covid-19 Turunan Omicron

Yale Medicine
Ilustrasi, virus Covid-19 subvarian Eris atau EG.5.
Penulis: Agung Jatmiko
14/12/2023, 14.01 WIB

Kasus konfirmasi positif Covid-19 di DKI Jakarta kembali dilaporkan meningkat. Selama sepekan lalu, pada periode 4-10 Desember, tercatat 271 kasus baru positif.  Sebelumnya, dari 27 November hingga 3 Desember 2023 ditemukan 80 kasus positif. Dari jumlah tersebut, 90 persen pasien memiliki gejala ringan, dan 10 persen dengan gejala sedang.

Dari jumlah kasus positif Covid-19 yang meningkat ini, sebagian besar disebabkan oleh varian EG.5, yang merupakan turunan dari Omicron. Subvarian yang disebut "Eris" ini, juga mendominasi peningkatan pasien positif Covid-19 di beberapa Asia Tenggara beberapa pekan terakhir.

"Covid-19 subvarian EG.5 adalah turunan dari varian omicron dan masuk dalam kategori varian yang memiliki mutasi genetik, yang diprediksi dapat memengaruhi karakteristik klinis virus," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, dalam keterangan resminya.

Subvarian Covid-19 ini, dapat menghindari kekebalan atau imun tubuh. Sehingga, lebih mudah menginfeksi tetapi tidak ada perubahan tingkat keparahan.

Telah Terdeteksi sejak Februari 2023

Mutasi Covid-19 ini sudah terdeteksi sejak Februari 2023 di Amerika Serikat (AS), namun saat itu statusnya masih dalam pengamatan. Saat itu, EG.5 tidak memberikan peringatan mengenai tingkat keparahan penyakit. Namun, laporan awal menunjukkan bahwa subvarian EG.5 disebut lebih mudah menular dibandingkan XBB.1.16 atau Arcturus, subvarian Omicron lainnya.

Mengutip Yale Medicine, hingga akhir September 2023, subvarian EG.5 bertanggung jawab atas 29,4% kasus Covid-19 di AS. Ini lebih banyak dibandingkan strain SARS-CoV-2 lainnya yang telah ditemukan selama ini.

Menurut spesialis penyakit menular Yale Medicine, Dr. Scott Roberts, subvarian EG.5 sebenarnya tidak jauh berbeda dibandingkan strain Covid-19 Omicron lainnya.

Namun, EG.5 memiliki satu mutasi baru pada proteinnya, yakni bagian yang memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel inang. Mutasi yang terjadi dalam subvarian ini berpotensi menghindari sebagian kekebalan yang diperoleh setelah infeksi atau vaksinasi.

"Mirip dengan semua varian yang muncul, ada tingkat penghindaran kekebalan yang lebih tinggi karena sedikit perbedaan dalam genotipe," kata Dr. Roberts.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan EG.5 sebagai varian of interest. Ini artinya negara-negara harus memantaunya lebih dekat dibandingkan strain lain, karena mutasi yang dapat membuatnya lebih menular atau parah.

Gejala Covid-19 Eris

Seperti strain Omicron lainnya, subvarian EG.5 atau Eris cenderung menginfeksi saluran pernapasan bagian atas, menyebabkan pilek, sakit tenggorokan, dan gejala mirip flu lainnya, dibandingkan dengan gejala saluran pernapasan bagian bawah.

Secara perinci, gejala Covid-19 subvarian Eris adalah sebagai berikut:

  • Demam atau menggigil
  • Batuk
  • Sesak napas atau kesulitan bernapas
  • Kelelahan
  • Nyeri otot atau badan
  • Sakit kepala
  • Hilangnya rasa atau bau baru
  • Sakit tenggorokan
  • Hidung tersumbat atau meler
  • Mual atau muntah

Beberapa gejala ini sama dengan gejala strain Covid-19 awal, dan mutasi setelahnya, yakni Alpha dan Delta. Namun, subvarian EG.5 disebut tidak separah Delta, maupun Arcturus.

Namun, jika subvarian EG.5 menginfeksi orang berusia 65 tahun ke atas, atau yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, maka ada risiko tinggi menyerang saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ke saluran pernafasan bagian bawah ini, menyebabkan penyakit parah.

Perlindungan Vaksin Terhadap Ancaman Covid-19 Subvarian Eris

Vaksin yang ada saat ini memang tidak secara spesifik didesain untuk EG.5. Namun, vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Novavax, memiliki versi yang ditujukan untuk subvarian Omicron XBB.1.5, yang mirip dengan EG.5.

Menurut Dr. Roberts, kedua strain tersebut, EG.5 dan XBB.1.5, tidak identik, namun mirip. Mengingat adanya sedikit kesamaan genetik, ia yakin suntikan booster mampu memberikan tingkat perlindungan yang baik.

Menurut penelitiannya, jika terdapat kode genetik yang serupa di antara subvarian Omicron, dibandingkan dengan perubahan yang lebih besar seperti yang terjadi dari Delta, vaksin yang ada masih mampu memberikan perlindungan. Meski demikian, keparahan yang ditimbulkan, tetap bergantung pada kondisi tubuh, serta apakah memiliki penyakit bawaan yang parah atau tidak.

Melakukan tindakan pencegahan tetap penting, terutama untuk orang berusia 65 tahun ke atas, memiliki sistem imun yang lemah, atau memiliki kondisi medis yang mendasarinya, seperti obesitas atau gangguan paru obstruktif kronik (PPOK).

"Peningkatan kasus ke depan mungkin masih ada, tapi tidak separah selama puncak pandemi dua tahun lalu. Dengan sifat EG.5 yang merupakan virus ringan, dan ketersediaan obat untuk Covid-19, seperti Paxlovid, serta masih gencarnya upaya suntikan booster di banyak negara, penyebarannya tetap terkendali," ujar Dr. Roberts.