Badan Perlindungan Pengungsi PBB (United Nations High Commissioner For Refugees) atau UNHCR menilai negatif aksi beberapa mahasiswa yang memaksa para pencari suaka Rohingnya untuk angkat kaki dari lokasi penampungan sementara di basement Balai Meuseuraya Aceh (BMA) pada Rabu (27/12).
Para mahasiswa menerobos barisan polisi dan secara paksa memasukkan 137 pengungsi ke dalam dua unit truk dan memindahkan mereka ke lokasi lain di Banda Aceh. UNHCR menyebut peristiwa itu membuat para pengungsi terkejut dan trauma.
UNHCR menduga pemindahan paksa terhadap ratusan pencari suaka yang dijuluki 'manusia perahu' merupakan hasil dari kampanye daring yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap pengungsi.
"Merusak upaya Indonesia untuk menyelamatkan orang-orang tidak berdaya di lautan," kata UNHCR dalam siaran pers dikutip Kamis (28/12).
UNHCR mengingatkan masyarakat umum agar mewaspadai kampanye daring di media sosial yang menyudutkan pengungsi, masyarakat lokal dan pekerja kemanusiaan. Badan Perlindungan Pengungsi PBB itu juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hari karena banyaknya informasi keliru hingga gambar yang dibuat dengan kecerdasan buatan untuk penyebaran kebencian terhadap minoritas Myanmar yang teraniaya itu.
"UNHCR mengingatkan semua orang bahwa pengungsi mayoritas anak-anak, perempuan dan laki-laki tak berdaya yang mencari perlindungan di Indonesia. Mereka adalah korban penganiayaan dan konflik," tulis UNHCR.
Sejumlah mahasiswa meminta pengungsi Rohingya dipindahkan ke Kantor Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Aceh agar mereka dapat dideportasi. Dalam rekaman video yang diunggah oleh akun media sosial Twitter @herricahyadi pada Rabu (27/12), terlihat gerombolan mahasiswa almamater hijau mendapat adangan dari sejumlah polisi yang berjaga di lokasi pengungsian.
Dalam rekaman video tersebut, terlihat sejumlah mahasiswa mengerubungi para pengungsi Rohingnya yang terduduk lesu. Ruang bawah tanah itu seketika dipenuhi oleh suara isak tangis dari perempuan dan anak kecil.
Berdasarkan data Satgas Provinsi Aceh saat ini total ada sekitar 1.684 pengungsi imigran Rohingya yang datang dalam sebulan lebih terakhir. Sebagian pengungsi mendarat di kawasan tempat penampungan ikan Lapang Barat Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen.
Para imigran tersebut sebelumnya ditolak oleh masyarakat Jangka Bireuen, hingga kemudian mendarat di Aceh Utara. Mereka kembali mendapat penolakan dari masyarakat Aceh Utara hingga kapal yang mengangkut pengungsi didorong lagi ke lautan. Akhirnya, para imigran Rohingya itu mendarat di wilayah Lapang Barat Bireuen.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan pemerintah akan segera mencari tempat penampungan untuk para pengungsi Rohingya. Pemerintah telah mengundang tiga pimpinan daerah yakni Aceh, Riau dan Sumatera Utara (Sumut) untuk menentukan lokasi yang paling layak sebagai lokasi pengungsian sementara.
"Riau, Aceh, Sumatera Utara berembuk untuk mencari satu tempat yang sifatnya sementara," kata Mahfud kepada wartawan di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (11/12).
Mahfud menjelaskan Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB 1951 tentang pengungsian, sehingga Pemerintah Indonesia belum memiliki kewajiban untuk menyediakan suaka bagi para pengungsi. "Kita hanya diplomasi kemanusiaan. Harus menolong orang, harus menyelamatkan orang," ujarnya.