Banyak Tokoh NU Masuk Politik, Bagaimana Aturan PBNU?

ANTARA FOTO/Umarul Faruq/hp.
Warga mengikuti pengajian dalam rangkaian Resepsi Puncak Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di parkir timur Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).
Penulis: Safrezi Fitra
29/12/2023, 15.40 WIB

Basis massa yang besar menjadi peluang bagi kontestan pemilu dan pilpres 2024 menggaet suara warga Nahdlatul Ulama (NU). Pesona NU selalu mampu memikat partai politik, calon legislatif, hingga kandidat calon presiden dan calon wakil presiden setiap menjelang Pemilu dan Pilpres.

Banyak tokoh-tokoh NU yang akhirnya ikut atau diikutkan dalam kontestasi politik agar bisa menang. Sebut saja nama Muhaimin Iskandar yang menjadi pasangan capres Anies Baswedan. Ada juga anak mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), Yenny Wahid, yang menjadi Dewan Penasihat Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud. Hingga Nusron Wahid dan Habib Lutfi bin Yahya yang masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Pengurus Besar NU (PBNU) sebenarnya sudah berkali-kali menyatakan organisasinya tidak akan ikut campur terhadap politik praktis. Bahkan, aturan NU sudah melarang pengurus PBNU yang masih aktif untuk terlibat dalam urusan politik.

Menurut Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf pengurus PBNU yang menjadi peserta pemilu ataupun tim sukses peserta pemilu harus cuti dari kepengurusan PBNU. Dua orang pengurus PBNU yang menjadi tim sukses capres, Nusron Wahid dan Yenny Wahid pun sudah cuti hingga pilpres 2024 berakhir. Sebagai informasi, Nusron Wahid merupakan Ketua PBNU. Sementara, Yenny Wahid merupakan Ketua Badan Inovasi Strategis PBNU.

Menurut Yahya, kalau NU diperbolehkan untuk menjadi basis konsolidasi politik, itu sama halnya dengan mengizinkan orang NU menganggap yang bukan NU sebagai lawan. Hal ini berpotensi menimbulkan perpecahan dalam tubuh NU.

Sebenarnya, NU tak punya keanggotaan yang terdaftar. NU tidak memiliki anggota, melainkan warga. Warga dimaksud adalah orang-orang yang dengan alasan apa pun mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari NU. Setiap orang yang menjadi warga NU, tidak perlu mendaftar. Makanya, PBNU sendiri tidak mengetahui secara pasti berapa besar total warga NU.

Namun, berdasarkan survei Alvara Institute tahun 2018, sebanyak 50, 5 persen dari seluruh populasi Muslim di Indonesia mengaku NU. Kemudian survei terbaru tahun 2022, meningkat, 59,2 persen mengaku NU. Jumlah pendukung NU yang sangat besar ini akan tetap menggiurkan di mata para politisi. Tentu saja mereka bakal memperebutkan suara NU demi memenangkan kontestasi politik.

Aturan PBNU soal Keanggotaan Politik

PBNU sudah memiliki aturan yang jelas dengan melarang setiap pengurusnya untuk ikut dalam kegiatan politik praktis. Namun, bagi warga NU di luar pengurus yang masih aktif, masih tetap diperbolehkan.

Aturan mengenai larangan pengurus PBNU ikut dalam kegiatan politik terdapat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Pada pasal 51 dijelaskan bahwa pengurus NU tidak boleh merangkap jabatan sebagai pengurus di partai politik atau perkumpulan yang berafiliasi dengan partai politik.

Dalam pasal itu juga disebutkan Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik. Jabatan Politik yang dimaksud adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRDKabupaten/Kota.

Apabila Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan.

Terkait rangkap jabatan di tubuh PBNU ini juga sempat menjadi pembahasan dalam Sidang Komisi Organisasi Munas Konbes NU 2023. Hasil dari sidang tersebut menegaskan, pengurus harian NU semua tingkatan dilarang merangkap jabatan dalam organisasi politik, yaitu partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik.

“ART (Anggaran Rumah Tangga) NU sudah menyebutkan secara spesifik, yang tidak boleh dirangkap itu adalah jabatan pengurus harian partai politik dengan pengurus harian NU,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Faisal Saimima, seperti dari situs resmi NU pada September lalu.

“Kalau di partainya jadi ‘seksi konsumsi’ masih boleh,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Faisal Saimima, seperti dari situs resmi NU pada September lalu. Khusus Rais ‘aam dan ketua umum PBNU serta rais dan ketua PWNU, PCNU, Ranting, dan anak ranting, sama sekali tidak diperbolehkan menjadi pengurus partai politik, apapun itu jabatannya.

Pengurus harian partai politik, jelas Faisal, jika ingin menjadi pengurus harian NU maka dia harus mengundurkan diri dulu dari pengurus partai politik. Sementara itu, jika pengurus harian NU hendak maju menjadi calon anggota legislatif atau eksekutif masih diperbolehkan.

NU dalam Perpolitikan Indonesia

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengakui konstruksi politik praktis masih sangat dominan di dalam organisasi NU selama ini. Sebab konstruksi NU dalam kegiatan politik sudah dibentuk dan dimapankan sejak 1952. Saat NU berfungsi sebagai partai politik hingga mengundurkan diri dari politik praktis pada 1984.

Pada tahun 1955 NU bertarung sebagai partai politik sampai 1971. Setelah itu ada fusi partai dan tahun 1979 diputuskan untuk kembali ke khittah, yang artinya menarik diri dari politik praktis.

Kembali ke khittah sebetulnya sudah menjadi keputusan Muktamar NU Ke-26 tahun 1979 di Semarang. Kemudian Muktamar Ke-27 di Situbondo membuat rumusan tentang apa itu Khittah Nahdliyah. Selanjutnya pada Muktamar ke-28 tahun 1989 di Yogyakarta, dirumuskan pedoman politik untuk warga NU.

Meski begitu, hingga kini masih banyak tokoh-tokoh NU yang masuk dunia politik. Yahya yang merupakan anak dari salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Cholil Bisri ini bahkan mengakui bahwa lembaga-lembaga, struktur, mekanisme-mekanisme, dan pola pikir orang-orang NU masih sangat dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan politik praktis sampai sekarang.