Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menepis narasi terkait keterkaitan tambahan penyaluran bantuan sosial atau bansos oleh Presiden Jokowi Widodo dengan kepentingan elektoral jelang Pilpres 2024. TKN menilai narasi tersebut adalah kekhawatiran yang berlebihan.
Wakil Komandan Komunikasi TKN Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah mengatakan, Jokowi tidak ikut berlaga dalam ajang Pilpres 2024 mendatang. Dengan demikian, menurut dia, kebijakan penyaluran bansos dianggap tidak punya dampak terhadap agenda maupun strategi politik tertentu.
"Pak Jokowi bukanlah incumbent, dia adalah presiden yang akan berhenti. Kenapa kecurigaan orang kemudian mengorbankan rakyat?" kata Fahri lewat pesan singkat WhatsApp pada Selasa (2/1).
Kekhawatiran penyaluran bansos mempengaruhi hasil Pilpres memunculkan wacana penundaan penyaluran bansos hingga penyelenggaraan Pemilu 2024 selesai. Fahri mengatakan, usulan untuk menunda penyaluran bansos tidak tepat. Dia menyebut penyaluran bansos oleh pemerintah harus tertap jalan baik menjelang maupun saat Pemilu 2024.
"Kenapa kepentingan rakyat untuk mendapatkan bantuan langsung itu harus dikorbankan untuk kepentingan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan rakyat," ujar Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPP) Partai Gelora itu.
Ketimbang menyoroti kebijakan pemerintah terkait penyaluran bansos, Fahri mengusulkan semua partai politik agar menghentikan seluruh anggaran DPRD provinsi kabupaten dan kota terkait bantuan aspirasi.
Dia menganggap, bantuan atau dana aspirasi merupakan instrumen yang berpotensi mengundang praktik politik uang atau money politic. Bantuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan incumbent partai politik yang sedang maju lagi di DPRD.
Bantuan aspirasi merupakan dana yang akan diberikan kepada masyarakat. Penggunaannya disalurkan ke Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) terkait untuk selanjutnya direalisasikan dalam bentuk program pembangunan, seperti pemberian bantuan, pembangunan infrastruktur jalan, dan lainnya.
"Kalau mau, lebih baik semua partai politik sekarang meminta agar seluruh anggaran DPRD provinsi kabupaten dan kota yang ada bantuan aspirasi DPRD dihentikan karena jelas-jelas itu money politik yang merupakan kepentingan incumbent," ujar Fahri.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo - Mahfud MD atau TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis sebelumnya mengusulkan agar pembagian bansos oleh pemerintah ditunda hingga penyelenggaraan Pemilu 2024 selesai. Todung beralasan hal itu diperlukan untuk meminimalisasi anggapan yang melekat pada pembagian bansos.
"Sebaiknya pejabat pemerintah menunda pembagian bansos sampai selesai Pilpres, agar tidak menimbulkan kecurigaan dan prasangka," kata Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN, Jakarta Pusat pada Jumat (29/12).
Todung mengatakan, pemberian bansos oleh pejabat pemerintah sangat rentan dicurigai berkaitan dengan kontestasi yang berlangsung jelang pemilu dan pemilihan presiden. Menurut dia, bukan tidak mungkin pembagian bansos dapat menguntungkan paslon tertentu.
Todung berharap tak ada pihak yang mengambil keuntungan dari situasi pembagian bansos selama Pemilu 2024 .Ia pun meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan investigasi mengenai pembagian bansos. "Semua paslon harusnya mendapat kredit untuk itu. Bawaslu umumkan ya dan presiden juga mesti umumkan hal ini," kata Todung.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah menyebut metode distribusi bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang kerap dihadiri langsung oleh Jokowi memberikan kesan penyaluran bansos sebagai pemberian individu.
Hurriyah melihat, strategi penyaluran bansos dan BLT belakangan ini beririsan dengan kepentingan elektoral jelang pemilihan presiden. Ia menilai sikap Jokowi terkesan ditujukan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas dari calon peserta pemilu 2024 yang mendapat dukungan dari Jokowi.
Meski Jokowi belum menunjukkan dukungan langsung terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024, putra sulungnya yakni Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
"Terasa terutama di periode dua. Meskipun tidak berkaitan langsung karena Pak Jokowi sudah tidak mencalonkan diri sebagai presiden lagi, tapi kebijakan itu disinyalir punya kepentingan elektoral," kata Hurriyah saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (27/12).