Deretan Isu Penting Soal Pertahanan dan Geopolitik Jelang Debat Capres

ANTARA FOTO/Andri Saputra/nym.
Seorang anak menaiki replika tank saat mengikuti karnaval dalam rangka memeriahkan HUT ke-78 Republik Indonesia di Kota Ternate, Maluku Utara, Jumat (18/8/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
7/1/2024, 12.16 WIB

Komisi Pemilihan Umum akan menggelar debat calon presiden dan calon wakil presiden untuk pemilihan presiden 2024 pada Minggu (7/1). Debat ketiga yang merupakan ajang para calon presiden beradu gagasan itu akan diikuti oleh tiga calon presiden yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. 

Pada debat yang akan mempertemukan para capres untuk kedua kalinya itu akan dibahas sejumlah isu strategis di bidang pertahanan, keamanan, geopolitik dan hubungan internasional, dan politik luar negeri. Komisioner KPU August Mellaz mengatakan tema debat sudah disosialisasikan kepada masing-masing tim pemenangan ketiga kubu. Baik Anies, Prabowo dan Ganjar juga telah menyiapkan diri untuk tampil maksimal di debat kedua capres. 

Co-Captain Tim Pemenangan Nasional Anies - Muhaimin atau Timnas AMIN Sudirman Said mengatakan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan memiliki keunggulan soal topik debat ketiga secara akademik. Sudirman mengatakan Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menguasai topik yang akan dibahas pada debat ketiga karena telah menempuh pendidikan S2 dan S3 yang berkaitan dengan topik tersebut.

Menurut Sudirman salah satu isu yang akan diangkat oleh Anies adalah bagaimana Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor persenjataan. "Termasuk manajemen alutsista, bagaimana membangun industri dalam negeri," ujar Sudirman. 

Sementara itu Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Habiburokhman memastikan Prabowo Subianto akan menyampaikan gagasan dan ide besar pada debat ketiga. Ia menyebut pengalaman Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maupun pengalaman di TNI akan memberi nilai tambah. 

"Prabowo sangat memahami isu-isu seperti pertahanan geopolitik internasional dan lainnya, dan beliau akan menghadirkan ide-ide besar dalam debat tersebut," kata Habiburokhman. 

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengatakan kesiapan untuk menghadapi debat kedua capres. Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud sekaligus mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purn. Andika Perkasa meyakini bahwa Ganjar memiliki kapabilitas sebagai panglima tertinggi Republik Indonesia.

"Saya yakin Mas Ganjar bisa mendukung TNI dan Polri melalui modernisasi sembari tetap mengedepankan kesehatan keuangan negara dan kesejahteraan aparat,” kata Andika.

Andika menilai ada tiga hal yang membuat dirinya yakin bahwa Ganjar mampu memimpin Indonesia dalam bidang pertahanan dan keamanan.

Sejumlah Isu Bidang Pertahanan, Geopolitik dan Hubungan Internasional yang Jadi Sorotan 

Debat ketiga yang bakal berlangsung hari ini, dinilai menjadi salah satu poin penting yang harus menjadi perhatian para capres bila nanti terpilih. Berbagai dinamika yang politik dan keamanan yang terjadi secara global dinilai bisa berdampak untuk dalam negeri bila tidak ditangani dengan tepat. 

Pengajar Strategi Pertahanan dari Universitas Pertahanan I Gede Sumertha mengatakan debat ketiga yang berlangsung hari ini merupakan momen bagi publik untuk mengetahui gagasan para capres dalam mengelola kebijakan pertahanan, keamanan dan politik luar negeri Indonesia. Mantan Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) itu menilai pemerintahan ke depan harus bisa merumuskan arah kebijakan pertahanan dan keamanan yang sesuai dengan kepentingan nasional. 

“Memang kita belum punya seperti negara maju lain seperti national security council tetapi untuk ke depan kita perlu punya pola mau ke mana arah security policy kita,” ujar Gede Sumertha kepada Katadata.co.id. 

Pengelolaan Sistem Pertahanan Negara 

Salah satu yang harus menjadi perhatian para capres menurut Gede Sumertha adalah mengenai pengelolaan sistem pertahanan negara. Ia mengatakan siapapun nanti yang terpilih menjadi presiden harus bisa mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menjadi kekuatan dalam pertahanan dan keamanan. Faktor geografi dan sumber daya alam menurut dia menjadi salah elemen yang harus diperhatikan baik sebagai kekuatan sekaligus sebagai ancaman yang harus dikelola dengan baik. 

Untuk unsur geografi ia mengatakan pemerintahan nantinya harus bisa menjadikan posisi geografis Indonesia sebagai kekuatan dan mengelolanya untuk menghadapi invasi dari serangan luar. Selain itu faktor sumber daya alam juga harus bisa menjadi salah satu kekuatan dalam meningkatkan posisi tawar Indonesia di dunia luar. 

“Pengelolaan pertahanan negara tidak terlepas dari government will,  bagaimana pemerintah mengarahkan dan mengelola sumber daya untuk kemajuan dan membangun kekuatan nasional sekaligus menangkal berbagai tantangan dan ancaman,” ujar Gede Sumertha lagi. 

Mengenai pengelolaan pertahanan negara salah satunya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Sistem Pertahanan Negara. Pada pasal 6 beleid tersebut disebutkan pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman.

Adapun ancaman dalam konsep pertahanan negara Indonesia terbagi dalam ancaman militer dan ancaman non militer seperti perubahan iklim, terorisme, siber mencakup peretasan, hoaks dan disinformasi, pandemi dan bencana alam. Dalam hal menghadapi ancaman militer maka komponen utama yaitu Tentara Nasional Indonesia menjadi garda terdepan. Sedangkan untuk menghadapi ancaman non militer akan lebih menitikberatkan pada peningkatan peran kelompok non militer atau sipil. 

Keamanan Kawasan 

Di luar kemampuan untuk mengelola pertahanan negara, Gede Sumertha mengatakan pemerintahan Indonesia mendatang juga harus jeli dalam melihat dinamika di kawasan baik regional maupun internasional. Beberapa isu yang menurut Gede Sumertha menjadi perhatian adalah kerja sama negara-negara Indo Pasifik, kebijakan One Belt One Road atau OBOR yang diterapkan oleh pemerintahan China. 

Pemerintah Indonesia menurut dia harus bisa menjadi pemain utama dalam kerja sama baik di bidang ekonomi maupun pertahanan dan keamanan di ASEAN. Selama ini ia menilai masih ada benturan kepentingan antarnegara di kawasan ASEAN yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan di kawasan. Salah satu isu yang menurut Gede Sumertha menjadi perhatian adalah isu keamanan di perairan Natuna.

Koordinasi Antar Lembaga 

Hal lain yang menurut Gede penting adalah adanya kerja sama dan koordinasi yang baik antar lembaga. Hal itu lantaran persoalan pertahanan dan keamanan merupakan isu yang melibatkan berbagai stakeholder lintas kementerian dan lembaga. Ia menyarankan pemerintahan ke depan untuk mulai memikirkan dengan serius pembentukan Natioanl Security Council. 

"Di sejumlah negara maju kebijakan pertahanan dan keamanan itu ada di bawah National Security Council sehingga koordinasi bisa saling jalan tentang siapa melakukan apa," ujar Gede Sumertha. 

Ia mencontohkan program food estate yang belakangan mendapat sorotan dari publik merupakan program dalam rangka ketahanan pangan. Program ini menurut dia melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga sehingga butuh orkestrasi yang apik. Dalam hal Indonesia belum memiliki National Security Council seperti di sejumlah negara maju, persoalan strategis bidang pertahanan, keamanan dan ketahanan bisa dikelola oleh Kementerian Koordinator. 

“Inilah pentingnya kerja sama lintas lembaga melalui inter agency working group sehingga di lapangan tidak saling menyalahkan,” ujar Gede. 

Ke depan ia berharap persoalan pertahanan dan keamanan menjadi perhatian besar sebagai kebijakan menyeluruh dalam pengelolaan negara. Ia pun menyarankan agar pada pemerintahan selanjutnya ada kesamaan pandangan dari seluruh pengambil kebijakan dalam pengelolaan pertahanan dan keamanan negara. Menurut Gede Sumertha perlu ada pemahaman bahwa persoalan pertahanan keamanan tidak hanya mencakup isu militer tetapi juga non militer. 

Pemenuhan Minimum Essential Force 

Institute For Security dan Strategic Studies (ISSES) mengingatkan ketiga capres yang bertarung di pilpres 2024 tentang pentingnya membahas dan mendalami penguatan aspek pertahanan jangka panjang.

Direktur Eksekutif ISSES Khairul Fahmi mengatakan penguatan aspek pertahanan sejalan dengan target kekuatan pokok minimum atau lebih dikenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF) pada 2024. Ia menyebut secara faktual, kekuatan militer Indonesia saat ini berada pada peringkat 15 besar militer terkuat dunia merujuk data indeks Global Firepower (GFP).

Menurut Khairul di saat bersamaan Indonesia sedang dihadapkan dengan kesenjangan antara kekuatan faktual dengan kebutuhan menambah serta peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista). "Indonesia juga dihadapkan dengan kemampuan peremajaan alutsista yang ada. Artinya, penguatan aspek pertahanan ini menjadi bagian penting," kata Khairul Fahmi seperti dikutip dari Antara. 

Selain itu, Khairul juga menekankan pentingnya setiap capres untuk mendalami beberapa isu penting bidang pertahanan, di antaranya pembangunan postur dan sistem pertahanan. Dari paparan visi misi yang diusung, Khairul menilai ketiga pasangan calon telah membicarakan tentang pembangunan kekuatan pertahanan. Namun, sayangnya, hal itu belum dikaitkan dengan kemampuan beradaptasi lingkungan strategis.

Menurutnya, hal itu penting untuk dibahas atau dimasukkan ke dalam visi dan misi masing-masing capres, mengingat dunia sedang dihadapi kondisi ketidakpastian. "Perlu diingat, peperangan di masa depan itu bersifat kabur. Misalnya mengenai batas-batas antara wilayah militer dan sipil atau wilayah politik dan militer," ujar Khairul.