Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengatakan dirinya bukanlah sosok yang anti dengan negara-negara Barat. Meski demikian, ia mempertanyakan balik apakah Barat juga memberikan kepedulian kepada Indonesia.
"Saudara-saudara, saya bukan anti Barat. Masalahnya Barat tidak cinta sama kita, itu masalahnya. Aku suka makan Burger King," kata Prabowo saat mengisi dialog capres bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Djakarta Theater pada Jum'at (12/1).
Prabowo lalu menyinggung manuver Dana Moneter Internasional (IMF) yang dianggap memicu dampak negatif terhadap ketahanan pangan nasional pada krisis ekonomi 1998 silam. Menurut Prabowo, konsekuensi dari langkah IMF saat itu masih terasa hingga sekarang.
Prabowo menjelaskan kondisi manajemen pangan era Presiden Soeharto cenderung kondusif karena memposisikan Bulog sebagai perantara pemerintah kepada petani untuk mengendalikan harga dan penyediaan harga pokok. Bulog juga diberi tugas tambahan untuk masuk ke komoditas lain seperti gula, minyak goreng, dan palawija.
Fungsi Bulog untuk menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan nasional mulai goyah ketika IMF datang.
Dalam memberikan bantuan itu, IMF menyodorkan Letter of Intent (LoI) kepada Presiden Soeharto. Salah satu yang tertulis dalam Lol itu adalah Soeharto harus mengurangi fungsi Bulog hanya mengurus komoditas beras saja.
Keputusan itu berujung pada tugas pokok Bulog yang terkonsentrasi untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola saat itu seperti gula, minyak goreng, palawija, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya dilepaskan ke mekanisme pasar.
"Waktu itu kita menyerah kepada IMF," kata Prabowo.
Kesepakatan IMF dan Soeharto juga berujung pada peran Bulog yang mulai tergerus oleh sektor swasta. IMF mendesak pihak swasta untuk ikut dalam kegiatan pengadaan beras domestik lewat kegiatan impor. Maka dalam waktu singkat pasaran dalam negeri kebanjiran beras impor karena adanya stimulus bea masuk impor 0%.
"Jadi makanya pengelolaan yang sudah baik di zaman Pak Harto,kenapa dibongkar? Yang benar waktu itu Bulog melakukan suatu operasi pengendalian," katanya.