Menteri Siti Nurbaya Pamer Keberhasilan Kendalikan Perubahan Iklim

Katadata/Ezra Damara
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar.
Penulis: Safrezi Fitra
14/1/2024, 13.13 WIB

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memamerkan capaian keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim.

Dia menyebutkan keberhasilan ini berkat kerja sama menguatkan aksi nyata dan memimpin dengan contoh atau leading by examples dalam penanganan perubahan iklim serta pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).

"Keberhasilan itu didukung dengan data dan informasi yang akurat, transparan, dan kredibel," ujarnya dalam keterangan seperti dikutip Antara, di Jakarta, pada Minggu (14/1).

Siti Nurbaya mengungkapkan hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca nasional sebesar 1.220 metrik ton setara karbon dioksida pada 2022. Apabila dibandingkan data tahun 2021, total tingkat emisi memang naik sebesar 6,9%. Namun, dengan perbandingan secara Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42%.

Sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain atau Forestry and Other Land Use (FOLU) juga mencatatkan keberhasilan. Pada 2021 sampai 2022, angka deforestasi bersih Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,4%.

Sepanjang periode 1996-2000 angka deforestasi cukup dinamis, mengalami peningkatan dan penurunan. Hal itu terjadi karena perubahan penutupan lahan dinamis akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan penutupan hutan karena penanaman.

Data deforestasi mulai periode 1996-2000 hingga periode pemantauan 2020-2021 memperlihatkan bahwa deforestasi telah turun ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir, yaitu pada angka 0,11 juta hektare (ha). Kemudian, data tahun 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun lagi hingga 104 ribu ha dan pada 2023 juga lebih menurun lagi.

"Kebakaran hutan dan lahan tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering," kata Siti. Dia mengungkapkan kondisi itu diantisipasi dengan berbagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan sejak awal tahun 2023.

Kementerian LHK secara konsisten melakukan berbagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan mulai dari pemantauan titik api, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum.

“Hal itu dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Keberhasilan itu dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak,” ujarnya.

Indonesia juga berhasil memitigasi dampak El-Nino, sehingga jumlah titik api dan luas kebakaran hutan serta lahan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Pada 2023, luas kebakaran hutan dan lahan mencapai 1,16 juta ha. Sedangkan, luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 adalah 1,64 juta ha.

Penurunan luas kebakaran hutan dan lahan dibandingkan tahun 2019 seluas 488.065 hektare atau 29,59%. Angka perbandingan total jumlah titik panas pada 2019 dan 2023 adalah 29.341 titik dan 10.673 titik. Ada perbedaan signifikan titik panas sebanyak 18.668 titik atau setara 63,62%.

Kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja atau Result-Based Payment (RBP).

“Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima Result-Based Payment telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+," kata Menteri Siti.

Indonesia merupakan negara yang menerima pembayaran paling besar dengan total komitmen US$439,8. juta. Dari total komitmen itu Indonesia telah menerima pembayaran US$279,8 juta.