Beda Anies dan Heru Budi Atasi Masalah Warga Kampung Bayam

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.
Ilustrasi, warga Kampung Bayam berunjuk rasa di depan Kampung Susun Bayam, Jakarta, Senin (21/11/2022). Aksi tersebut dilakukan untuk menagih janji PT Jakarta Propertindo dan Pemprov DKI agar warga bisa menempati rumah susun sesuai dengan kesepakatan yang telah dijanjikan.
Penulis: Agung Jatmiko
19/1/2024, 17.00 WIB

Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan buka suara terkait polemik warga eks Kampung Bayam yang belum usai. Sebelum mengisi program Desak Anies di Half Pati Unus, Kamis (18/1), Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 didatangi beberapa warga Kampung Bayam.

Seorang pria berbaju putih memeluk Anies sembari menangis tersedu-sedu. Dia mencurahkan kegelisahannya yang belum mendapat kepastian tempat tinggal.

"Pak, nasib kami gimana, belum ada kepastian tempat tinggal," kata pria itu.

Anies berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut. "Nanti kita beresin bersama, bismillah ya, sabar dulu ya," kata Anies.

Pada akhir Desember 2023, sebanyak 40 kepala keluarga (KK) eks Kampung Bayam diketahui menduduki paksa Kampung Susun Bayam, meski tidak mendapatkan pasokan listrik dan air. Hal ini membuat PT Jakarta Propertindo atau Jakpro selaku pengelola, melaporkan 40 KK tersebut ke Polres Metro Jakarta Utara.

Awal tahun ini, Anies sempat mengkritik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena belum memberikan izin tinggal sejumlah warga eks Kampung Bayam untuk tinggal di Kampung Susun Bayam, yang kini berubah nama menjadi Hunian Pekerja Pendukung Operasional Jakarta International Stadium (HPPO-JIS).

"Jadi ini salah satu contoh bagaimana kelanjutan itu harus dituntaskan. Menurut saya tega sekali ketika tempat itu sudah disiapkan, namun tidak diberikan kepada warga Kampung Bayam yang seharusnya masuk ke tempat itu," kata Anies, dilansir dari Liputan 6.

Polemik Kepastian Tempat Tinggal Warga Eks Kampung Bayam

Warga Kampung Bayam belum bisa tempati hunian (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom)

Polemik ini bermula dari rencana pembebasan lahan Kampung Bayam, yang digunakan sebagai lokasi penempatan alat-alat berat ketika JIS dibangun. Di lahan tersebut, tercatat ada sebanyak 604 KK atau 1.612 jiwa warga.

Pada 18 Agustus 2021, Jakpro telah menuntaskan program ganti untung atau resettlement action plan terhadap 642 KK Kampung Bayam. Mereka terdiri dari para pemilik rumah tinggal maupun pengontrak. Anies Baswedan, selaku Gubernur DKI Jakarta saat itu, menjanjikan warga eks Kampung Bayam akan dipindahkan ke rumah susun, yang juga akan dibangun di kawasan tersebut.

Pembangunan rumah susun Kampung Bayam pun dimulai pada 7 Mei 2022, dan diresmikan oleh Anies pada 12 Oktober 2022. Rumah susun bernama Kampung Susun Bayam ini terdiri dari tiga tower, dan memiliki total 138 unit hunian.

Tak lama setelah itu, Anies menyelesaikan masa jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta pada 20 Oktober 2022. Namun, sejak rumah susun diresmikan hingga Anies menyerahkan jabatannya, warga eks Kampung Bayam belum mendapatkan izin tinggal.

Penyebabnya, warga eks Kampung Bayam belum menemukan titik temu kesepakatan harga sewa dengan Jakpro, selaku pengelola. Ini karena Jakpro menetapkan harga sewa sebesar Rp 1,5 juta per bulan, yang dinilai warga terlalu memberatkan. Jakpro kemudian merevisi tarif sewa tersebut menjadi Rp 565.000-Rp 715.000 per bulan, namun warga masih menganggap besaran tersebut memberatkan.

Warga eks Kampung Bayam menilai tarif sewa yang dikenakan Jakpro tersebut, tidak sesuai dengan Pergub Nomor 55 tahun 2018 Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan. Sesuai beleid tersebut, unit rumah susun bertipe 30 untuk warga terprogram dikenakan tarif sewa Rp 272.000-Rp 372.000 per bulan. Sementara, unit tipe 36 dikenakan tarif sewa Rp 294.000-Rp 394.000 per bulan.

Hingga pertengahan 2023, warga eks Kampung Bayam yang sebelumnya tinggal di bangunan sementara berunjuk rasa dengan mendirikan tenda di pinggir jalan. Mereka yang mendirikan tenda, adalah warga Kampung Bayam yang tidak sanggup untuk membayar kontrakan.

Solusi Heru Budi Hartono Selesaikan Polemik Kampung Bayam

Menanggapi polemik ini, Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menawarkan solusi relokasi warga eks Kampung Bayamn yang berunjuk rasa untuk pindah ke rumah susun Nagrak, di Cilincing, Jakarta Utara.

Mengutip Antara, di rusun Nagrak tersebut, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan biaya sewa subsidi untuk warga eks Kampung Bayam. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pergub Nomor 111 Tahun 2014. Artinya, penghuni rusun hanya akan dibebankan biaya listrik dan air sesuai dengan pemakaian.

Pada 26 September 2023, sebanyak 20 KK eks Kampung Bayam bersedia untuk dipindahkan. Jumlahnya kemudian semakin bertambah, dimana 15 KK bersedia pindah secara sukarela akhir tahun lalu. Kini, mereka menempati unit rusun berukuran 36 meter persegi (m2), dengan dua kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar mandi, dan balkon untuk menjemur pakaian.

Warga eks Kampung Bayam yang telah menempati rusun Nagrak, juga akan mendapatkan beragam pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI bekerja sama dengan Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) Kota Jakarta Utara. Program pelatihan tersebut, rencananya akan berlangsung selama 2024.

Selain Nagrak, Heru Budi juga menyebutkan rumah susun Muara Angke di Penjaringan, Jakarta Utara, juga telah ditawarkan ke warga eks Kampung Bayam. Pada September 2023, sejumlah warga yang sebelumnya tidak bersedia di relokasi, menyatakan bersedia setelah melakukan survei ke dua rumah susun yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta.

Unjuk rasa warga Kampung Bayam (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww)

Namun, masih banyak warga eks Kampung Bayam yang enggan pindah ke Nagrak. Alasannya, sedari awal Jakpro seharusnya sudah memberikan izin tinggal usai Anies meresmikan Kampung Susun Bayam atau HPPO-JIS. Sebab, tercatat ada 123 KK yang terdata sebagai calon penghuni rumah susun ini. Namun, hingga kini izin tinggal tersebut tak kunjung diberikan Jakpro.

Manajemen Jakpro sendiri membenarkan bahwa pihaknya memang belum memberi izin kepada warga Kampung Bayam untuk menempati Kampung Susun Bayam atau HPPO-JIS. Penyebabnya, hingga kini manajemen perusahaan masih mematangkan administrasi dan legalitas pengelolaan rumah susun.

Direktur Utama Jakpro Iwan Takwin mengatakan, dilihat sejarahnya, warga Kampung Bayam hanyalah penggarap lahan milik Pemprov DKI Jakarta dan tidak memiliki hak atas tanah yang ditempati.

Ia menjelaskan, seluruh warga Kampung Bayam, yang totalnya mencapai 642 KK telah menerima biaya kompensasi atau penggantian hunian. Berdasarkan fakta tersebut, Jakpro sudah menyelesaikan kewajiban dalam konteks hukum.

Terkait dengan polemik tempat tinggal warga eks Kampung Bayam ini, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah mengatakan, perlu adanya pertemuan tiga pihak (tripartit) untuk menyelesaikan persoalan relokasi.

Pertemuan tripartit yang dimaksud, melibatkan Jakpro, Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman, serta warga eks Kampung Bayam. Ia menganggap, perselisihan tidak akan terjadi apabila Jakpro dan warga saling berkomunikasi.

"Prinsipnya, ketiga pihak harus duduk bersama membahas permasalahan ini. Jangan terus-terusan ribut tanpa ada penyelesaian saat warga Kampung Bayam tidak bisa mengakses rumah susun," ujar Ida, dalam keterangan resmi, Kamis (18/1).