Ramai-ramai Perguruan Tinggi Kritik Sikap Jokowi Tak Netral di Pemilu

ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wpa.
Presiden Joko Widodo (kiri) dikritik tak netral dalam Pemilu 2024.
Penulis: Ade Rosman
Editor: Agustiyanti
3/2/2024, 10.30 WIB

Sejumlah perguruan tinggi mengkritisi pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang dinilai tidak netral lagi dalam Pemilu 2024. Kritik dilayangkan antara lain oleh civitas academica dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran.

Petisi Civitas Academica UGM

Civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM) melayangkan Petisi Bulaksumur pada Rabu (31/1) lalu. Petisi tersebut dibacakan oleh profesor psikologi UGM yang pernah menjadi Pimpinan Dewan Guru Besar UGM Koentjoro Soeparno dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM di Balairung UGM.

Melalui petisi tersebut, UGM menyesalkan sikap Jokowi yang dinilai telah mengambil langkah menyimpang dari demokrasi. Hal itu, tercermin dari sejumlah peristiwa, antara lain pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) keterlibatan aparat hukum, sehingga pernyataan Jokowi yang menyebut pejabat publik dapat ikut berkampanye

Pada petisi yang dibacakan Koentjoro tersebut, para civitas academica UGM menyesalkan sejumlah tindakan menyimpang Jokowi yang sebenarnya dianggap merupakan bagian dari keluarga besar UGM.

Civitas academica UGM melalui petisi tsrsebut mendesak dan menuntut agar aparat penegak hukum. Mereka meminta semua pejabat negara hingga aktor politik yang berada di belakang presiden untuk segera kembali kepada koridor demokrasi.

Mereka juga mendesak DPR dan MPR untuk mengambil sikap dan langkah konkret dalam menyikapi gejolak politik yang terjadi menjelang konstelasi elektoral saat ini. "Demi mematikan kedaulatan rakyat berlangsung baik, lebih berkualitas dan bermartabat," kata Koentjoro. 

Kritik Civitas academica UII

Kritik juga dilayangkan civitas academica Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang meminta Jokowi memperhatikan etika dan praktik kenegarawanan melalui pernyataan ‘Indonesia Darurat Kenegarawanan’.

“Pernyataan sikap ini sama sekali bukan partisan, murni pernyataan anak bangsa yang tersadarkan bahwa bangsa Indonesia masih punya daftar pekerjaan yang sangat, sangat panjang,” kata Rektor UII Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap di depan Auditorium Prof. KH. Kahar Muzakir kampus UII.

Setidaknya, terdapat enam poin dalam pernyataan sikap civitas academica UII tersebut. Pertama, mendesak Jokowi untuk memperhatikan etika dalam praktik kenegarawanan sehingga menjadi teladan, terlebih dengan tak memanfaatkan instrumen kepresidenan untuk kepentingan politik keluarga yang tergambarkan dengan mendukung salah satu pasangan calon.

Kedua, menuntut Jokowi dan seluruh aparatur pemerintah untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dan tak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktik praktis. Salah satunya, politisasi bantuan sosial (bansos).

Ketiga, meminta DPR dan DPRD untuk aktif melakukan pengawasan untuk memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan konstitusi dan hukum.

Keempat, mendorong agar setiap pejabat publik yang maju sebagai kandidat dalam Pilpres maupun sebagai tim sukses untuk mundur dari jabatannya guna menghindari konflik kepentingan dan berpotensi merugikan bangsa dan negara.

Kelima, mengganjal masyarakat untuk terlibat dalam memastikan Pemilu berjalan dengan jujur, adil, dan aman demi tercapainya pemerintahan berbasis penghormatan suara rakyat.

Keenam atau terakhir, mengajak seluruh elemen bangsa untuk sama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.

Fathul mengatakan, sikap civitas academica UII didasari sejumlah alasan. Sikap kenegarawanan Jokowi dianggap memudar tergambar dari pencalonan putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden yang melalui polemik di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga memunculkan adanya pelanggaran etik.

“Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Jokowi menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan memperbolehkan presiden berkampanye dan berpihak,” kata Fathul.

Civitas academica UI

Civitas academica  Universitas Indonesia (UI) juga turut menyampaikan kritiknya terhadap demokrasi di Indonesia yang dianggap tengah terkoyak. Sikap itu dituangkan dalam petisi sikap kebangsaan UI.

"Lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak," ujar Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo membacakan sikap mereka di kampus UI, Depok, Jumat (2/2).

Harkristuti mengatakan, situasi politik saat ini sarat akan mengesampingkan etika dan terkesan kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kekuasaan, sehingga menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa. Ia mengatakan, civitas academica  UI prihatin dengan hancurnya tatanan hukum dan demokrasi.

Setidaknya terdapat empat poin yang disampaikan civitas academica  UI tersebut. Pertama, mengutuk segala tindakan yang menindas kebebasan berekspresi.

Kedua, menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan. Lalu ketiga, menuntut agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, ABRI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon. Ketiga atau terakhir, menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing. 

Forum Guru Besar dan Dosen kampus Universitas Hasanuddin

Forum Guru Besar dan Dosen kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan juga menyatakan sikap melalui 'Bergerak untuk Menyelamatkan Demokrasi' yang dibacakan di depan gedung rektorat Universitas Hasanuddin, Jumat (2/2).

Ketua Dewan Kehormatan Unhas, Amran Razak mengungkapkan, deklarasi tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap dinamika politik nasional serta pelanggaran prinsip demokrasi jelang Pemilu 2024.

Ia menegaskan perlunya menjaga nilai reformasi agar kembali pada jalur yang seharusnya. Setidaknya ada 4 poin dalam deklarasi tersebut.

Pertama, menegaskan untuk menjaga dan mempertahankan Pancasila serta UUD 1945 dalam pelaksanaan Pemilu sebagai instrumen demokrasi.

Kedua, mengingatkan Presiden Jokowi serta seluruh pejabat juga aparatur negara untuk tetap berada pada koridor demokrasi, serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.

Ketiga, memerintahkan penyelenggara Pemilu untuk bekerja secara profesional dan bersungguh-sungguh sesuai dengan aturan yang berlaku serta mengedepankan prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

Keempat atau terakhir, mengajak seluruh masyarakat untuk mewujudkan iklim demokrasi yang sehat serta mengawal agar Pemilu berjalan sebagaimana mestinya dan mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan pada rakyat.

Civitas academica Universitas Padjadjaran

Sivitas akademika Universitas Padjadjaran (Unpad) yang terdiri dari guru besar, dosen hingga mahasiswa akan menyusul sejumlah kampus lainnya yang telah lebih dulu menyatakan sikapnya. Sikap sivitas akademika Unpad tertuang dalam “Seruan Padjajaran: Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika, dan Bermartabat" yang akan dibacakan di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/2).

Sejumlah isu yang disoroti melingkupi penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), lalu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta proses penyusunan omnibus law yang dinilai kurang melibatkan partisipasi publik. Selain itu juga menyoroti nepotisme serta politisasi bantuan sosial (bansos) di dalam proses politik di Indonesia.

Reporter: Ade Rosman