Jaksa: Uang Gratifikasi yang Diterima Syahrul Limpo Mengalir ke Nasdem

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (tengah) menyapa wartawan saat tiba di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
28/2/2024, 15.59 WIB

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Masmudi mengungkapkan adanya uang hasil gratifikasi yang diterima mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ke Partai Nasional Demokrat. Uang itu diberikan Syahrul senilai Rp 40.1 juta yang merupakan hasil pemerasan di Kementerian Pertanian dan diberikan melalui Sekretariat Jenderal Partai Nasdem.

Dalam sidang yang berlangsung Rabu (28/2) Syahrul didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total sebesar Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Pemerasan berlangsung dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2023.

"Atas pengumpulan uang secara paksa tersebut, antara lain dipergunakan terdakwa untuk Partai NasDem dengan total Rp40,1 juta," kata Masmudi dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Masmudi merinci aliran dana kepada Partai NasDem tersebut diberikan Syahrul Limpo sebesar Rp 8,3 juta pada tahun 2020. Kemudian pada 2021 sebanyak Rp 23 juta dan Rp 8,82 juta pada 2022.

Selain untuk Partai NasDem, jaksa menyebutkan dana yang diperoleh Syahrul Yasin dari pungutan uang secara paksa digunakan untuk keperluan istrinya sebesar Rp 938,94 juta. Selanjutnya juga ada keperluan keluarga senilai Rp 992,29 juta, keperluan pribadi Rp 3,33 miliar, kado undangan Rp 381,61 juta, serta keperluan lain-lain sebesar Rp 16,68 miliar.

Uang hasil gratifikasi juga digunakan Syahrul Limpo untuk menyewa pesawat senilai Rp 3,03 miliar dan untuk bantuan bencana alam atau sembako sebesar Rp 3,52 miliar. Uang itu juga digunakan untuk keperluan ke luar negeri Rp 6,92 miliar, umrah Rp 1,87 miliar, serta kurban Rp 1,65 miliar.

Jaksa Masmudi menuturkan Syahrul Limpo melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023. Untuk itu, ketiga orang itu didakwa secara bersama-sama telah melakukan pemerasan serta gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar.

Jaksa menegaskan perbuatan ketiga terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Juncto (jo.) Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Masmudi menjelaskan pengumpulan uang secara terpaksa dilakukan Syahrul Limpo dengan cara meminta Kasdi dan Hatta sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya. Selanjutnya dalam pelaksanaan di lapangan,  pengumpulan uang dan pembayaran kepentingan pribadi Syahrul maupun keluarga terdakwa dilakukan oleh para pegawai pada masing-masing Direktorat, Sekretariat, dan Badan pada Kementan RI. 

 "Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa," ujar Masmudi.

Apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, Masmudi mengatakan bahwa Syahrul Limpo menyampaikan bahwa jabatan bawahannya dalam bahaya seperti dipindahtugaskan, atau diberhentikan. Syahrul juga disebut meminta bawahannya untuk untuk mundur dari jabatan bila tak mau bekerja sama. 

Syahrul Limpo Minta Penangguhan Penahanan 

Sementara itu Syahrul Limpo meminta penangguhan penahanan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena memiliki masalah pada paru-parunya. Kuasa Hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen dalam sidang pembacaan dakwaan mengatakan Syahrul Yasin membutuhkan udara terbuka.

Selama ini, kata dia, Syahrul selalu melakukan pemeriksaan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta setiap satu minggu sekali. Saat ditemui usai sidang, politikus partai Nasdem itu mengaku mengidap sakit paru-paru. Kendati demikian, dirinya menegaskan akan mengikuti semua proses hukum yang ada dalam kasus dugaan korupsi di Kementan RI.

"Kalau memang ini menjadi sesuatu secara hukum, saya siap menerima," kata Syahrul.

Menanggapi permohonan tersebut, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rianto Adam Pontoh menyebutkan pihaknya akan mempelajari dan melakukan musyawarah terlebih dahulu sebelum mengabulkan permintaan itu. Adapun Syahrul tidak memberi tanggapan atas dakwaan jaksa. 

Reporter: Antara