Apa itu Jenderal Kehormatan? Gelar yang diberikan Jokowi ke Prabowo
Presiden Jokowi memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu, 28 Februari 2024. Jokowi menyematkan pangkat empat bintang di sela-sela rapat pimpinan TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Sebelum kariernya berakhir di TNI pada 1999, pangkat terakhir Prabowo adalah Letnan Jenderal atau bintang tiga, dengan jabatan Pangkostrad.
Menurut Jokowi, penganugerahan gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan bentuk penghargaan dan penegasan atas pengabdian penuhnya kepada rakyat, bangsa, dan negara. Pangkat jenderal kehormatan itu diberikan karena Presiden menilai Prabowo telah memberikan kontribusi yang luar biasa pada kemajuan TNI dan negara.
Jokowi mengatakan Prabowo pada 2022 sudah menerima anugerah Bintang Yudha Dharma Utama atas jasa di bidang pertahanan. "Sehingga memberikan kontribusi yang luar biasa kemajuan TNI dan kemajuan negara," kata Jokowi usai seremoni pemberian penghargaan tersebut di Mabes TNI.
Pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Apa itu Jenderal Kehormatan?
Jenderal merupakan pangkat tertinggi dalam tubuh TNI Angkatan Darat yang ditandai dengan empat bintang emas di pundak prajurit. Pangkat jenderal setara dengan marsekal di TNI Angkatan Udara dan laksamana di TNI Angkatan Laut.
Para jenderal biasanya menduduki posisi strategis seperti Panglima TNI, Wakil Panglima TNI (sekarang tidak ada lagi), dan Kepala Staf TNI AD (KSAD). Saat ini hanya ada dua orang yang berpangkat jenderal aktif, yakni Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak.
Pangkat jenderal sebenarnya hanya bisa diraih lewat promosi secara bertahap oleh prajurit tentara yang masih aktif berdinas. Saat pensiun, pangkat jenderal masih melekat dan statusnya menjadi purnawirawan.
Namun, berbeda dengan gelar Jenderal Kehormatan. Jenderal Kehormatan adalah pangkat istimewa yang diberikan kepada perwira tinggi TNI AD yang memiliki prestasi luar biasa serta berjasa besar bagi bangsa dan negara. Pangkat ini tergolong sebagai penghargaan prestisius atas dedikasi dan pengabdian mereka. Tanda pangkatnya sama dengan jenderal, tetapi dengan tambahan embel-embel ”HOR” yang menunjukkan keistimewaannya.
Pemberian Jenderal Kehormatan tak asing dilakukan di Indonesia. Gelar jenderal kehormatan dengan bintang empat pernah disematkan kepada beberapa purnawiranan TNI yang sempat menjabat sebagai menteri. Namun, penganugerahan tersebut sudah tidak berlaku semenjak kepemimpinan Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Mengutip laman resmi Akademi Militer (Akmil), sedikitnya ada tujuh perwira TNI yang naik pangkat secara istimewa menjadi jenderal kehormatan sebelum Prabowo Subianto. Mereka adalah Jenderal TNI (HOR) (Purn) Hari Sabarno, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Soerjadi Soedirdja, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Soesilo Soedarman, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Agum Gumelar, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Jenderal TNI (HOR) (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Soeharto juga sempat memberikan kenaikan pangkat kehormatan kepada KSAD pertama Jenderal (HOR) Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo dan KSAD ketiga Letnan Jenderal (HOR) Bambang Soegeng. Mayoritas penerima kenaikan pangkat kehormatan merupakan pejabat militer yang sempat menjadi anggota kabinet.
Perbedaan Jenderal Kehormatan dengan Jenderal Besar
Jenderal besar merupakan pangkat istimewa sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan negara. Jenderal kehormatan juga hanya sebatas penghormatan terhadap prajurit yang memiliki kriteria tertentu yang akan atau sudah pensiun.
Jika Jenderal Kehormatan ditandai dengan bintang empat, pangkat jenderal besar ditandai dengan bintang lima emas yang tidak bisa dimiliki sembarang pejabat militer.
Hingga kini, hanya ada tiga tokoh di Indonesia yang mendapatkan pangkat Jenderal Besar. Mereka adalah Panglima Besar Jenderal Besar (Purn) Sudirman (Keputusan Presiden Nomor 44/ABRI/1997), Jenderal Besar (Purn) Abdul Haris Nasution (Keppres No 45/ABRI/1997), dan Jenderal Besar (Purn) Soeharto (Keppres No 46/ABRI/1997).
Ketiganya dinilai telah memenuhi syarat yang tertuang dalam Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 tentang Administrasi Prajurit ABRI.
Sosok Sudirman, AH Nasution, dan Soeharto merupakan perwira tinggi terbaik yang tidak pernah berhenti berjuang mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Mereka juga dianggap pernah memimpin perang besar dan berhasil serta menjalankan amanat dasar-dasar perjuangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sekarang adalah TNI.
Ketiga Jenderal besar ini dinilai sebagai perwira tinggi terbaik yang tidak pernah berhenti mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga dinilai pernah memimpin perang besar dan menjalankan amanat dasar-dasar perjuangan Angkatan Bersenjata RI (sekarang TNI).
Saat ini, jenderal besar tidak ada lagi dalam administrasi keprajuritan. Dengan demikian, jumlah orang yang berpangkat jenderal besar tidak akan bertambah lagi. Sementara gelar Jenderal Kehormatan masih dimungkinkan bertambah apabila Presiden menghendaki.