PPP Klaim Kantongi Bukti Manipulasi Suara PSI, Jadi Amunisi Hak Angket
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy mengatakan partainya telah mengantongi sejumlah bukti terkait dugaan penggelembungan suara untuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurut Rommy penggelembungan itu terjadi tidak di tingkat tempat pemungutan suara atau TPS.
“Diduga mulai di pleno tingkat kecamatan. Tangkapan layar form C1 di berbagai media sosial membandingkan antara Sirekap vs form C1,” kata Rommy dalam keterangannya, dikutip Senin (4/3).
Rommy mengatakan, dugaan kecurangan PSI dilakukan sebelum dan setelah pencoblosan. Sebelum pencoblosan, dirinya mendengar adanya operasi pemenangan PSI yang dilakukan oleh aparat. Operasi tersebut, memberikan target pada penyelenggara Pemilu daerah agar partai yang diketuai oleh putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep tersebut mendapat 50 ribu suara di tiap kabupaten/kota di luar Jawa.
Ia menyebut, operasi tersebut dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang Menteri untuk memobilisasi suara PSI. Ia mengklaim mendengar hal tersebut dari salah satu aktivis yang disuntik pembiayaan oleh aparat sebelum Pemilu.
Meski begitu, ia mengatakan rencana pertama itu tidak mulus sehingga perolehan PSI berdasarkan quick count jauh di bawah ambang batas parlemen 4%. Setelah itu ia mengaku mendengar skenario kedua untuk meloloskan PSI.
“Memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos PT (parliamentary threshold) kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau; 2. Memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut,” kata Rommy.
Rommy menyebut, dirinya memperhatikan pandangan dari sejumlah analis yang berasal dari lembaga survei dan pengawal pemilu seperti Burhanuddin Muhtadi dan Yunarto Wijaya. Para praktisi itu menurut Rommy juga menyoroti adanya kenaikan tajam suara PSI.
“Bahkan ada yang input Sirekapnya dari 110 TPS menyumbangkan sekitar 19 ribu suara, yang berarti 173 suara per TPS. Sampai-sampai hal ini trending di Twitter land sebagai "Partai Salah Input",”kata Rommy.
Ia mengatakan, jika diasumsikan partisipasi pemilih sama dengan Pemilu 2019, maka lonjakan suara yang diterima PSI tidak masuk akal. Ia menilai penggelembungan suara PSI diduga terjadi begitu terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).
Ia menyebut, setiap pergeseran suara yang tidak sah menjadi suara PSI. Karena itu ia mengatakan PPP siap membawa temuan itu sebagai materi hak angket.
“PPP akan mendesakkan pemanggilan seluruh aparat negara yang terlibat, mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu dan seluruh perangkatnya. Juga tidak tertutup kemungkinan aparat-aparat negara lainnya kita panggil,” kata Rommy.
Selain itu, ia mengatakan laporan kecurangan pada Bawaslu diproses melalui mekanisme yang berlaku. Di sisi lain, secara politik DPR akan menggulirkan hak angket agar dugaan kecurangan dalam Pemilu dihentikan.
Ia pun meminta penyelenggara pemilu di semua tingkatan segera menghentikan upaya penggelembungan suara untuk PSI. “Perlu diingat setiap tindakan memanipulasi hasil Pemilu mengandung delik pidana Pemilu,” kata Rommy.
Merujuk hasil real count terhadap 530.776 tempat pemungutan suara (TPS) per Senin (26/2) pukul 06.00 WIB, menunjukkan PSI mendapatkan 2.001.493 suara atau 2,68%. Menurut pantauan Katadata dari situs pemilu2024.kpu.go.id, perolehan suara PSI melonjak pesat menjadi 2.404.288 suara atau 3,13% pada Senin (4/3) pukul 10.00.
Adapun jumlah tempat pemungutan suara bertambah dari 530.776 TPS menjadi 542.041 TPS. Di sisi lain suara partai peserta pemilu lainnya tak mengalami perubahan signifikan menurut hasil real count.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan jumlah suara PSI yang cenderung melonjak pesat selama sepekan terakhir merupakan hal wajar. Ia meminta semua pihak tidak berupaya melakukan penggiringan opini yang bersifat tendensius pada partainya. Ia mengatakan apabila terdapat penambahan atau pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar.
"Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," ujar Grace dalam siaran resmi, Sabtu (2/3).