Gerakan Masyarakat Jaga Pemilu membuka data mereka untuk mendukung gugatan paslon nomor urut satu dan nomor urut tiga terkait kecurangan pemilu di Mahkamah Konstitusi. Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Indonesia, Natalia Soebagjo, menyebut pihaknya sudah menjaring komunikasi dengan tiga paslon sejak gerakan tersebut didirikan. 

“Kami benar-benar independen, bukan partisan,” kata Natalie di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Selasa (26/3), “Jadi mereka yang mengajukan gugatan, saya mempersilakan mereka untuk mengakses data kami.”

Senada dengan Natalie, Sekretaris Jaga Pemilu Luky Djani mengatakan niatan Jaga Pemilu adalah agar pelanggar atau pelaku kecurangan Pemilu diberi sanksi sepadan. Langkah yang mereka lakukan adalah untuk memitigasi dari Pemilu 2024. 

“Kami ingin ini tidak terulang ini tidak dinormalisasi agar kita bisa menyelenggarakan pemilu yang terintegritas, pemilu yang tidak malpraktek,” katanya. 

Sebelumnya, Jaga Pemilu memperoleh 914 laporan masuk pada periode 29 Agustus 2023 hingga 19 Maret 2024. Temuan ini diperoleh lewat laporan warga di laman Jaga pemilu dan penjaringan dari sosial media serta pemberitaan media online. Dari 914 laporan itu, 658 laporan terverifikasi hingga akhirnya 210 laporan memenuhi kriteria pelaporan sesuai ketentuan Bawaslu. 

“Dari 210 laporan dugaan temuan pelanggaran kepada Bawaslu, hingga 26 Maret 2024, hanya satu laporan yang ditindaklanjuti Bawaslu,” kata laporan Jaga Pemilu, Selasa (26/3).

Jenis dugaan pelanggaran terbanyak berada di Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap dengan porsi 24%. Laporan ini terkait ketidaksesuaian hasil pembacaan Optical Character Recognition atau Optical Mark Recognition terhadap formulir C Hasil yang diunggah berbagai Tempat Pemungutan Suara atau TPS.  

Kemudian 23% dari laporan pelanggaran ini terkait pelanggaran prosedural, 18% tekait netralitas karena aparatur penyelenggara negara mengindikasikan keberpihakan pada paslon atau partai tertentu. Lalu 13% laporan terkait politik uang, 8% pelanggaran kampanye, dan 8% terkait anomali rekapitulasi. 

Berdasarkan temuan Jaga Pemilu, pelaku dugaan pelanggaran terbesar selama pemilu 2024 adalah penyelenggara pemilu. Sekretaris Perhimpunan Jaga Pemilu Luky Djani mengatakan, lebih dari setengah pelaku yang diduga melakukan pelanggaran adalah penyelenggara pemilu yaitu sebanyak 55%.

Peringkat kedua pelaku pelanggaran dan kecurangan adalah peserta pemilu calon anggota legislatif sebanyak 16%, dengan modus umum berupa upaya untuk beli suara (vote buying). Aktor selanjutnya adalah aparatur penyelenggara negara (10%) serta kepala daerah (8%).

Reporter: Amelia Yesidora