Kronologi Anggota KKB Disiksa hingga Pangdam Cendrawasih Minta Maaf

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Kapuspen TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar (kiri) bersama Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan (kanan) memberikan keterangan pers terkait penyiksaan yang dilakukan oknum prajurit TNI Yonif 300 Raider/Bjw terhadap terduga anggota KKB Papua Definus Kogoya di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Penulis: Agung Jatmiko
26/3/2024, 20.23 WIB

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau TNI AD mengakui keterlibatan anggotanya dalam penyiksaan terhadap terduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Defianus Kogoya.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Kristomei Sianturi merespons viralnya video penyiksaan anggota KKB di media sosial. Ia mengakui keterlibatan sejumlah prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya.

Saat ini, Polisi Militer TNI telah menetapkan 13 prajurit Yonif Raider 300/Braja Wijaya sebagai tersangka atas kasus penyiksaan tersebut, dan menahan para tersangka di Instalansi Tahanan Militer Maximum Security Polisi Militer Kodam (Pomdam) III/Siliwangi.

Peristiwa ini terbongkar lewat video rekaman penganiayaan terhadap seorang pria yang diduga oleh prajurit TNI di Papua. Tayangan yang viral di media sosial dalam 24 jam terakhir tersebut, menampilkan aksi sejumlah pria, salah satunya diduga prajurit, bergantian memukuli dan menganiaya seorang pria yang dalam keadaan terikat dan luka-luka berdiri di dalam drum.

Dalam tayangan itu, salah satu pelaku diduga prajurit TNI karena dia mengenakan kaus yang kemungkinan merujuk pada nama satuan, yaitu Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Brajawijaya. Tulisan "300" yang berwarna kuning keemasan tercetak cukup jelas di bagian dada kaus berwarna hijau khas Angkatan Darat

Kronologi Kasus Penyiksaan Terduga Anggota KKB Oleh TNI AD

Mengutip Antara, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan mengatakan, kasus kekerasan bermula dari adanya informasi terkait KKB yang akan membakar puskesmas di wilayah tersebut pada 3 Februari 2024.

Atas adanya informasi tersebut, para prajurit TNI AD bersama kepolisian berangkat menuju puskesmas yang berada di wilayah Omukia, Distrik Gome, Kabupaten Puncak, untuk melakukan pengamanan. Ketika hendak melakukan pengamanan, KKB melawan hingga terjadi kontak senjata.

Para prajurit kemudian melakukan pengejaran dan berhasil menangkap tiga orang diduga anggota KKB, yakni Warinus Kogoya, Alianus Murip, dan Definus Kogoya. Di tangan para terduga anggota KKB tersebut, ditemukan satu pucuk senjata api, senapan angin, senjata tajam, serta beberapa amunisi.

Mereka pun, selanjutnya dibawa ke markas kepolisian setempat. Tetapi ketika di perjalanan, Warinus Kogoya melompat dari kendaraan hingga menyebabkan dirinya meregang nyawa.

"Sedangkan orang yang diduga dianiaya oleh oknum prajurit TNI AD adalah Definus Kogoya. Ia diduga dianiaya ketika berhasil meloloskan diri, tetapi juga berhasil ditangkap oleh pasukan di daerah Gome. Dia ini juga satu kelompok dengan mereka, di sinilah mereka melakukan penganiayaan," kata Izak, saat konferensi pers di Denma Mabes TNI, Jakarta, Senin (25/3).

Izak menjelaskan, orang yang dianiaya tersebut telah dilarikan ke fasilitas kesehatan di wilayah itu dan saat ini sudah dalam kondisi yang baik-baik saja. Delfianus juga kemudian telah dikembalikan ke keluarganya.

Ia pun menyayangkan adanya kasus tindak kekerasan terhadap seorang yang diduga anggota KKB oleh sejumlah oknum prajurit TNI. Izak menegaskan, bahwa TNI tidak pernah membenarkan aksi tersebut.

Menurutnya, prajurit militer yang beroperasi di Papua sejauh ini menerapkan prosedur pelaksanaan tugas untuk menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik dengan masyarakat guna membangun kepercayaan publik di wilayah tersebut. Ini termasuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan di pedalaman.

Atas kejadian penyiksaan ini, Izak menghaturkan permintaan maaf terhadap warga Papua, dan menyatakan akan menginvestigasi tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh oknum TNI. Ia pun mengatakan, jika para prajurit terbukti bersalah, maka akan ditindak tegas karena telah mencoreng upaya penanganan konflik di Papua.

"Saya selaku Pangdam XVII Cendrawasih atas ama TNI AD mengakui bahwa perbuatan ini tidak dibenarkan, melanggar hukum, dan mencoreng nama baik TNI. Saya minta maaf terhadap seluruh masyarakat Papua, dan berjanji bahwa kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," kata Izak.

Aturan Penanganan Tahanan di Wilayah Konflik Sesuai Hukum Internasional

Jika mengacu pada hukum internasional, penanganan tahanan di wilayah konflik harus mengacu pada Konvensi Jenewa Ketiga. Ini adalah serangkaian perjanjian internasional yang dibuat untuk mengatur perilaku peperangan dan melindungi pihak-pihak yang tidak ambil bagian dalam permusuhan, termasuk tentara yang terluka, tawanan perang, dan warga sipil.

Konvensi Jenewa Ketiga, secara khusus membahas perlakuan terhadap tawanan perang. Dengan ketentuan-ketentuan utama meliputi:

1. Perlakuan yang Manusiawi

Tawanan perang harus selalu diperlakukan secara manusiawi. Mereka berhak untuk dihormati pribadi dan kehormatannya, dan tidak boleh dijadikan sasaran kekerasan, intimidasi, penghinaan, atau rasa ingin tahu publik.

2. Larangan Penyiksaan dan Pemaksaan

Tawanan perang tidak boleh menjadi sasaran penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. Mereka tidak bisa dipaksa untuk memberikan informasi.

3. Perlindungan terhadap Kekerasan dan Pembalasan

Tawanan perang harus dilindungi dari tindakan kekerasan, serta dari tindakan pembalasan atau intimidasi, yang mungkin dilakukan oleh pihak yang menangkap. Ini karena tindakan balas dendam kerap dilakukan oleh pihak yang menangkap, mengingat dalam perang banyak hal buruk yang terjadi pada rekan seperjuangannya.

4. Perawatan Medis, Makanan dan Tempat Tinggal yang Layak

Tawanan perang berhak menerima perawatan dan perhatian medis sesuai kebutuhan. Hal ini termasuk akses terhadap personel dan fasilitas medis. Selain itu, tawanan perang harus diberi makanan, air, dan tempat tinggal yang memadai.

5. Akses terhadap Palang Merah atau Bulan Sabit Merah

Komite Internasional Palang Merah (ICRC) harus diperbolehkan mengunjungi tawanan perang untuk memastikan bahwa mereka diperlakukan sesuai dengan Konvensi Jenewa.

6. Menghormati Praktik Keagamaan dan Membuka Akses Komunikasi dengan Keluarga

Tawanan perang harus diperbolehkan menjalankan agamanya dan menerima bantuan spiritual. Lalu, tawanan harus diperbolehkan mengirim dan menerima surat dan kartu dari keluarga mereka.

7. Tenaga Kerja

Tawanan perang mungkin diminta untuk melakukan pekerjaan, tetapi pekerjaan itu harus ringan dan tidak berbahaya. Mereka harus dibayar atas kerja mereka, dan pekerjaan tersebut tidak boleh berhubungan dengan upaya perang.

8. Pembebasan dan Pemulangan

Tawanan perang harus dibebaskan dan dipulangkan tanpa penundaan setelah berakhirnya permusuhan aktif.

Ketentuan-ketentuan ini bertujuan untuk menjamin bahwa tawanan perang diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat, apapun keadaan saat mereka ditangkap.

Konvensi Jenewa telah diratifikasi oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Konvensi ini dianggap sebagai hukum kebiasaan internasional, mengikat bahkan bagi negara-negara yang belum meratifikasinya. Pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa dapat dianggap sebagai kejahatan perang menurut hukum internasional.

Patut diingat, Konvensi Jenewa Ketiga ini juga berlaku bagi konflik non-internasional, dalam arti konflik yang terjadi antara suatu pemerintahan dengan kelompok bersenjata, yang terjadi di dalam batas negara.

Konvensi Jenewa Ketiga berlaku terhadap konflik-konflik tersebut, dan mensyaratkan perlakuan yang manusiawi terhadap semua orang yang tidak mengambil bagian dalam tindakan permusuhan.

Ini termasuk anggota kelompok bersenjata yang telah meletakkan senjatanya dan mereka yang berstatus hors de Combat atau keluar dari pertempuran karena sakit, luka-luka, penahanan, atau sebab lainnya.