Duduk Perkara Korupsi Timah Seret Suami Sandra Dewi dan Crazy Rich PIK
Kejaksaan Agung (Kejagung) melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022. Hingga hari ini Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka. Yang terbaru, Kejagung menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka pada Rabu (27/3) malam.
Direktur Penyidikan Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan Harvey ditetapkan sebagai tersangka lantaran dinilai terlibat dalam dugaan korupsi yang menyeret crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta, Helena Lim. Helena yang merupakan Manajer PT QSE sebelumnya telah lebih dulu ditetapkan Kejagung sebagai tersangka pada Selasa (26/3).
“Tim penyidik memandang telah cukup alat bukti sehingga kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM selaku perpanjangan tangan dari PT RBT,” kata Kuntadi, seperti dikutip Kamis (28/3).
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi termasuk Harvey Moeis untuk Helena Lim. Usai diperiksa, status Harvey ditingkatkan menjadi tersangka berdasarkan alat bukti yang telah dimiliki penyidik. Ia pun ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kuntadi menjelaskan, peran Harvey Moeis sebagai tersangka ke-16 dalam perkara yang merugikan negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebesar Rp 271,06 triliun. Kuntadi mengatakan Harvey terlibat cukup jauh dalam dugaan korupsi di tubuh perusahan Badan Usaha Milik Negara itu dari hasil pengembangan kasus yang menjerat Helena Lim.
Adapun Helena merupakan crazy rich yang pernah memamerkan rumah mewah miliknya di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Dalam unggahan di media sosial miliknya sebelum berstatus tersangka, Helena menyebut rumah mewah di PIK itu merupakan mimpinya yang jadi nyata setelah bekerja keras.
Duduk Perkara Kasus Korupsi PT Timah yang Menyeret Harvey Moeis
Saat konferensi pers mengumumkan penetapan tersangka, Kuntadi mengatakan menemukan bukti kuat keterlibatan Harvey dalam dugaan korupsi di perusahaan pelat merah itu. Menurut Kuntadi Harvey terlibat sekira tahun 2018 sampai dengan 2019 ketika Harvey selaku Perwakilan PT RBT menghubungi Direktur Utama PT Timah Tbk yang saat itu dijabat oleh Rizal Pahlevi. Rizal telah ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan Februari lalu.
Menurut Kuntadi dalam pertemuan tersebut Harvey meminta Riza mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Setelah beberapa kali pertemuan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Dari hasil kesepakatan itu Harvey kemudian mengkondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut. Setelah itu Harvey menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi dirinya maupun para tersangka lain yang telah ditahan.
“Dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim,” ujar Kuntadi.
Menurut Kuntadi perbuatan Harvey dan juga Helena telah menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya. Atas perbuatannya, Harvey Moeis disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Secara keseluruhan hingga kini penyidik telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Mereka adalah RL selaku General Manajer (GM) PT TIN, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP, RI selaku Direktur Utama PT SBS, SG alias AW dan MBG. Keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya, HT alias AS selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN), MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016 sampai dengan 2021, EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai dengan 2018. Kemudian, tersangka TN alias AN dan tersangka AA.
Korupsi IUP PT Timah Rugikan Negara Hingga Rp 271 Triliun
Sebelumnya guru besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo mengungkapkan, total kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara tersebut mencapai Rp 271,06 triliun. Kerugian itu dihitung berdasarkan cakupan areal tambang meliputi kawasan hutan dan non kawasan hutan.
Adapun taksiran kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan totalnya mencapai Rp 223,36 triliun dengan rincian biaya kerugian lingkungan Rp 157,83 triliun. Selanjutnya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan pemulihan lingkungan Rp5,26 miliar sehingga totalnya Rp223,36 triliun.
Kemudian total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) mencapai Rp 47,70 triliun. Bila diuraikan kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan pemulihan lingkungan Rp 6,62 miliar.
"Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," kata Bambang dalam konferensi pers di Kejagung, Senin (19/2) lalu.
Pada kesempatan yang sama Kuntadi mengatakan, perhitungan lingkungan atau ekologi yang dihitung Bambang akan ditambahkan dengan kerugian negara dalam perkara tersebut yang tengah diusut oleh Kejagung. Ia menyebutkan merujuk pemaparan Bambang, sebagian besar lahan yang ditambah oleh para pelaku termasuk ke dalam kawasan hutan dan area bekas tambah yang seharusnya dipulihkan atau direklamasi.
Bambang yang juga merupakan pakar forensik kehutanan menjelaskan, dalam proses penghitungan kerugian lingkungan tersebut dilakukan verifikasi lapangan serta pengamatan dengan satelit pada medio 2015 - 2022. Berdasarkan pengamatan satelit serta verifikasi tersebut, didapatkan bukti yang menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam tindak pidana tersebut.
"Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja," kata
Bambang mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran terdapat IUP di darat seluas 349.653,574 hektare. Data luas galian tambang di tujuh kabupaten tersebut totalnya 170.363,064 hektare. Salah satu wilayah dengan galian tambang yang cukup luas yakni Kabupaten Belitung Timur, yakni 43.175,372 hektare, sementara IUP-nya hanya 37.535,452 hektare.
Lebih jauh, Bambang mengungkapkan dari total galian di tujuh kabupaten Provinsi Bangka Belitung seluas 170.363,064 hektare tersebut, sekitar 75.345,751 hektare di antaranya berada di dalam kawasan hutan dan 95.017,313 hektare lainnya berada di luar kawasan hutan. "Bahkan di taman nasional pun ada, yaitu seluas 306,456 hektare," kata Bambang.
Dari 170.363,064 hektare luas galian tambang tersebut, hanya 88.900,462 hektare yang memiliki IUP. Sisanya, 81.462,602 hektare tidak memiliki IUP. Bambang menyebut, total luas IUP tambang darat dan laut seluas 915.854,625 hektare. 349.653,574 hektare IUP tambang darat dan 566.201,08 hektare IUP tambang laut.
Bambang mengatakan, perhitungan dilakukan setelah proses verifikasi tersebut. Perhitungan yang dilakukan merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan, sehingga dibagi menjadi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.