Sengketa Pilpres, Yusril Akui Putusan Usia Cawapres MK Problematik

ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/YU
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Penulis: Ade Rosman
2/4/2024, 11.22 WIB

Kuasa hukum pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Luthfi Yazid menyinggung kembali pernyataan Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4). Dalam pernyataannya Luthfi mengungkit pernyataan Yusril yang menyebut bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 problematik.

Putusan itu, berkaitan dengan syarat capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Putusan MK ini pula yang menjadi dasar Koalisi Indonesia Maju mencalonkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. 

"Ada seorang pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, dia di dalam wawancara dan di berbagai media dia mengatakan bahwa Putusan Nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius. Bahkan mengandung penyelundupan hukum. Karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu," kata Luthfi.

Luthfi mengatakan, berdasarkan pendapat Yusril saat itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut mengatakan bahwa dirinya tak akan maju sebagai cawapres, bila berada di posisi Gibran Rakabuming Raka. Saat itu Gibran dapat melenggang lantaran perubahan aturan itu.

"Sebab itu saudara Yusril mengatakan "andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pencawapresannya', saya mohon tanggapan dari saudara," kata Luthfi menggambarkan, dan bertanya pada Yusril.

Menjawab pernyataan itu, Yusril mengklarifikasi ucapan kuasa hukum kubu Ganjar-Mahfud tersebut. Ia menurut Yusril kutipan kalimatnya yang dipakai kubu Ganjar tidak tepat. Menurut Yusril pernyataan yang logis adalah mengenai sikap yang akan ia ambil bila menjadi Gibran. 

"Saya ingin mengklarifikasi ucapan Luthfi. Kata-kata yang mengatakan 'andaikan saya Gibran saya akan minta kepada dia' adalah kata-kata yang tidak logis. 'Andai kata saya gibran, saya akan bersikap seperti ini' itu baru logis. Jadi yang saya ucapkan adalah andaikata saya Gibran, saya memilih saya tidak akan maju karena saya tahu bahwa putusan ini problematik," kata Yusril.

Yusril pun lantas menjelaskan pernyataannya tersebut, sembari menggunakan kesempatan bertanya pada Luthfi. Yusril menyebut, ada satu perdebatan yang tak berujung dalam filsafat hukum ketika mencari keadilan dan kepastian hukum.

"Ketika kita berbicara dalam konteks penyelenggaraan negara kita tidak mungkin mencari sesuatu yang tak berujung tapi kita harus mengambil sebuah keputusan," kata Yusril.

Kendati demikian, Yusril tak menampik bahwa Putusan Nomor 90 MK tersebut problematik.

"Bahwa betul putusan 90 itu problematik kalau dilihat dari filsafat hukum etik dan lain-lain, tapi dari segi kepastian hukum, Putusan 90 itu jelas sekali," katanya.

Lebih jauh, Yusril bertanya pada kubu Ganjar-Mahfud. Ia menyinggung kepastian hukum saat dihadapkan dengan suatu persoalan. Menurut Yusril hal terpenting dalam sidang sengketa di MK adalah memastikan antara keadilan dan kepastian hukum.

"Ketika kita dihadapkan pada kasus yang konkrit menurut saudara apakah kita harus berdebat pada sesuatu yang tidak berujung, atau kita harus mengakhirinya dengan kepastian hukum? Demikian pertanyaan saya," kata Yusril. 

Reporter: Ade Rosman