Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengomentari rencana pembangunan kereta cepat lintas negara yang menghubungkan Malaysia dan Indonesia. Jokowi mengaku belum menjalin komunikasi dengan Brunergy Utama Sdn Bhd, perusahaan jasa kontruksi asal Brunei yang menjadi inisiator rencana pembangunan proyek kereta
"Belum ada komunikasi, tapi saya tahu itu sudah dalam perencanaan lama," kata Jokowi kepada wartawan seusai melepas bantuan kemanusiaan untuk Palestina dan Sudan di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta pada Rabu (3/4).
Brunergy Utama Sdn Bhd berencana untuk membuat jaringan kereta api cepat yang menghubungkan Brunei dengan Sabah dan Sarawak di Malaysia serta beberapa kawasan di Indonesia, meliputi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Samarinda, dan Balikpapan.
Proyek kereta api berkecepatan tinggi ini, yang dinamakan Trans Borneo, melintasi total jarak 1.620 kilometer melintasi tiga negara dari barat ke timur Pulau Borneo.
Menurut pernyataan dari Brunergy Utama yang dirilis oleh Nikkei Asia pada 2 April lalu, fase pertama proyek kereta api cepat itu akan menghubungkan Pontianak, Kuching, dan Kinabalu di Malaysia dengan distrik Tutong di Brunei.
Sementara itu, fase kedua dari Trans Borneo akan melintasi wilayah selatan dan timur Kalimantan, termasuk Samarinda dan Balikpapan. "Kereta api berkecepatan tinggi ini juga akan terhubung dengan ibu kota baru Indonesia, Nusantara," demikian pernyataan dari Brunergy Utama.
Mega proyek senilai US$ 70 miliar atau sekira Rp 1.114 triliun ini diproyesikan bakal memiliki empat terminal yang berfungsi sebagai pusat utama jaringan kereta cepat beserta total 24 stasiun. Proyek kereta cepat ini juga dikalim mampu melaju dengan kecepatan hingga 350 kilometer per jam.
Menteri Perhubungan Malaysia Anthony Loke mengatakan proyek kereta cepat Trans Borneo masih merupakan proposal dan belum ditawarkan kepada perusahaan manapun. Anthony menyebut tender studi kelayakan untuk proyek tersebut akan dibuka pada bulan Mei.
"Proyek Kereta Api Trans Borneo saat ini hanya merupakan proposal, dan tahun ini, pemerintah akan melaksanakan studi kelayakan. Kementerian Perhubungan belum menyelesaikan dokumen tender, dan tender untuk studi kelayakan belum ditawarkan," kata Anthony, dikutip dari MalayMail pada Rabu (3/4).
Dia memproyeksikan studi kelayakan akan memakan waktu sembilan bulan. "Baru kemudian kami akan tahu apakah proyek ini bisa dilaksanakan atau tidak dalam hal komersial, teknis, dan aspek lainnya," ujar Anthony.
Anthony meminta semua pihak untuk berhati-hati terhadap pengumuman yang dirilis oleh perusahaan swasta tentang proyek-proyek besar. Dia menambahkan, pengadaan megaproyek hanya dianggap sah jika pemerintah yang mengumumkannya.
"Sampai saat ini, belum ada persetujuan seperti itu, dan kami belum pernah bernegosiasi dengan perusahaan ini," kata Anthony.