Skenario penambahan kursi kabinet pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka menjadi 40 kementerian dianggap sebagai instrumen politik jangka panjang. Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago menilai rencana itu merupakan alat tawar kepada sejumlah parpol rival di Pemilihan Presiden (Pilpres) untuk bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
"Ini tentu terkesan ingin mengakomodir pihak yang kalah dari kubu Ganjar atau Anies," kata Arifki lewat pesan suara WhatsApp pada Rabu (8/5).
Menurut Arifki, penambahan jumlah kementerian juga dapat dilihat sebagai upaya memperkuat barisan pendukung Prabowo tanpa harus mengurangi jatah alokasi kursi menteri untuk tiap-tiap parpol pengusung Prabowo. KIM merupakan koalisi partai yang mendukung pasangan Prabowo - Gibran di pilpres 2024.
KIM beranggotakan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Koalisi tersebut juga berisi sejumlah partai non parlemen seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelora, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
"Rencana penambahan kursi menteri ini tidak mengurangi jatah untuk parpol KIM, dan penambahan menjadi 40 kementerian itu juga dapat dilihat sebagai upaya menampung orang Presiden Jokowi di kabinet Prabowo," ujar Arifki.
Adapun jumlah kementerian saat ini dipatok paling banyak 34 kementerian. Jumlah tersebut merupakan amanat Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Proposal untuk menambah 6 kementerian baru ini diyakini bisa menjadi wadah untuk menampung kolega politik Prabowo dalam hajat Pilpres lalu. Selain posisi menteri, penambahan kursi kabinet Prabowo menjadi 40 kementerian turut membuka jabatan baru pada level wakil menteri hingga posisi strategis lainnya.
Rencana Koalisi Gemuk Dinilai Tak Tepat
Pakar politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai munculnya skenario penambahan kementerian dengan dalih koalisi gemuk merupakan pendapat yang cenderung mengada-ada. Ujang mengatakan bahwa Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden Jokowi saat ini tetap menerapkan nomenklatur 34 kementerian di tengah status koalisi blok mayoritas.
Jokowi saat ini mendapat dukungan 91,3% kursi DPR, dengan menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai oposisi dengan perolehan 50 kursi parlemen. "Pak Jokowi pun koalisinya gemuk, namun kabinetnya tetap 34. Semua bisa ditangani," kata Ujang.
Ujang juga menyoroti isu adanya penambahan jumlah kementerian untuk mewujudkan janji kampanye Prabowo soal makan siang dan susu gratis. Dia menyebut penerapan program itu tak perlu diurus oleh sebuah kementerian atau badan baru.
Menurut Ujang, fungsi implementasi program makan siang dan susu gratis untuk anak usia sekolah dan ibu hamil juga dapat dikerjakan oleh lintas sektor antar Direktorat Jenderal (Ditjen) di beberapa kementerian eksisting seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
"Sebenarnya tidak perlu buat yang baru karena sudah ada Kementerian Pendidikan dan Kementeria Sosial untuk membantu orang miskin," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menilai wacana penambahan nomenklatur kementerian bisa saja terjadi di pemerintahan Prabowo - Gibran. Bahkan ia menilai penambahan dimungkinkan hingga menjadi 40 kementerian dan lembaga.
"Kalau memang ingin melibatkan banyak orang, menurut saya enggak ada masalah. Justru semakin banyak, semakin bagus kalau saya pribadi," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan seperti dikutip Selasa (7/5).
Menurut Habiburokhman, Indonesia merupakan negara besar sehingga membutuhkan banyak tenaga dalam pemerintahan untuk bekerja. Ia menilai keberadaan kabinet yang besar bisa saja berarti baik.
Habiburokhman pun menepis penilaian pengembangan jumlah kementerian sebagai upaya untuk mengakomodasi kepentingan politik. Ia menyebut pemerintahan Prabowo - Gibran akan lebih mengutamakan efektivitas pemerintahan dibanding urusan politis.
Ubah Regulasi
Perspektif berbeda atas rencana penambahan pos menteri disampaikan Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno. Ia menjelaskan rencana Prabowo menambah jumlah kementerian dari jumlah semula 34 menjadi 40 kursi berdampak pada aturan yang berlaku.
"Harus diubah regulasinya, suka-suka pemenang saja bagaimana postur kabinet ke depan," kata Adi seperti dikutip dari Antara.
Menurut Adi, rencana penambahan menteri berbanding terbalik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang justru merampingkan kementerian demi efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski begitu, dia menilai Jokowi dan Prabowo memiliki stressing masing-masing terkait dengan kementerian.
"Kalau untuk kemajuan bangsa, anggaran harus digelontorkan, kecuali untuk kepentingan tak berfaedah, beda lagi ceritanya," ujarnya.
Adapun jumlah kementerian telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selanjutnya jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34.
Bagian penjelasan UU No. 39/2008 ini menyebut bahwa undang-undang ini juga bermaksud untuk melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34. Beleid ini juga menyebutkan jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan terjadi pengurangan.
Calon Wakil Presiden RI terpilih Gibran Rakabuming Raka juga telah menanggapi kabar penambahan jumlah kementerian menjadi 40 kursi ini. Menurut Gibran komposisi kabinet saat ini masih dibicarakan dengan berbagai pihak.
Wali Kota Surakarta itu tak menampik kemungkinan bertambahnya kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Bahkan, dia mengakui salah satu kementerian yang sedang digagas adalah kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
Program makan siang gratis merupakan program yang menjadi andalan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran selama masa kampanye Pilpres 2024. Gibran pun mengakui program tersebut tidak sederhana sehingga perlu lembaga khusus untuk menanganinya.