Dewan Pers menolak Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Karena kehadiran aturan ini akan mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, pihaknya menghormati kewenangan DPR dalam penyusunan regulasi, termasuk dalam hal pemberitaan pers, baik cetak, elektronik, dan lainnya. Namun Dewan Pers menolak RUU tersebut.
"Terhadap draf RUU Penyiaran versi Oktober 2023, Dewan Pers dan konstituen menolaknya. Hal ini mencerminkan pemenuhan hak konstitusional sebagai warga negara untuk mendapatkan informasi sebagai mana yang dijamin dalam UUD 45," kata Ninik di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5).
Ninik menjelaskan konteks hukum dan jurnalistik di balik penolakan ini. Dari kacamata hukum, Dewan Pers menyoroti UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang tidak masuk dalam konsiderans RUU Nomor 32 Tahun 2002.
"RUU Penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka, tidak independen, dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas," kata Ninik.
Dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan jika perubahan ini diteruskan sebagian aturan, maka akan menyebabkan pers menjadi produk jurnalistik yang buruk, tidak profesional dan tidak independen.
Selain itu, proses penyusunan RUU ini juga dinilai melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam beleid ini tertulis penyusunan regulasi mesti melibatkan partisipasi masyarakat atau meaningful participation.
Menolak Penyelesaikan Sengketa di KPI
Bahkan, Dewan Pers dan konstituen selaku penegak UU 40/1999 tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran. Dari segi substantif jurnalistik, Ninik tidak sepakat dengan larangan jurnalisme investigasi karena melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999.
"Sebetulnya dengan UU 40, kita tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan, dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas. Penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional," kata Ninik.
Dewan Pers juga ikut menyinggung RUU Penyiaran yang mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tidak punya mandat penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik. Padahal, Dewan Pers yang diberi amanat oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers.
Maka itu, Ninik menyimpulkan RUU ini disusun tanpa ada harmonisasi dengan undang-undang yang lain. Hal ini juga menyalahi Perpres nomor 32 Tahun 2024 yang berlaku sejak 20 Agustus 2024 lalu.
"Pemerintah saja mengakui, tapi kenapa di dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran. Ini betul-betul akan menyebabkan cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan norma undang-undang yang ada," kata Ninik.
Jika RUU ini terus dilanjutkan, Ninik memperingatkan DPR bakal berhadapan dengan komunitas pers. Artinya, komunitas pers menolak keras RUU yang tengah disusun Badan Legislatif (Baleg) DPR ini.
DPR Cari Jalan Tengah
DPR tengah mencari jalan tengah di tengah kritik dan penolakan keras dari insan pers nasional, terutama terkait usulan pasal larangan hasil jurnalisme investigasi pada RUU Penyiaran.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengaku telah menerima laporan dari Komisi I DPR terkait kritik-kritik tersebut. Ia minta waktu untuk berkonsultasi menyempurnakan RUU Penyiaran ini.
"Memang beberapa teman di Komisi I minta waktu untuk konsultasi sehubungan dengan banyaknya masukan masukan dari teman-teman media," kata Dasco di kompleks parlemen Jakarta, pada Selasa (14/5).
Dasco membenarkan, bahwa produk jurnalisme investigasi telah dijamin undang-undang. Oleh karena itu, pihaknya akan terus berkonsultasi dan mencari jalan tengah agar tak merugikan berbagai pihak.
"Mungkin kami akan konsultasi dengan kawan-kawan bagaimana caranya supaya semua bisa berjalan dengan baik, haknya tetap jalan, tetapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisir," katanya.
Kendati telah dijamin undang-undang, Dasco menilai tak semua produk jurnalisme investigasi itu benar. "Ada yang hasil investigasinya benar, tapi ada juga yang kemarin kita lihat investigasinya separuh benar. Nah itu, jadinya kita akan buat aturannya, supaya sama-sama jalan dengan baik," ujar Dasco.